![Hasil gambar untuk negeri 5 menara](https://cdn.gramedia.com/uploads/items/9789792248616_negeri-5-menara-_cu-cover-baru_.jpg)
Sumber Gambar : Gramedia.com
“MAN JADDA WA JADDA, siapa yang bersungguh-sungguh ia
akan berhasil.”
Tagline yang tak asing lagi didengar, baik secara arti
maupun harfiah. Sepotong kalimat yang akhirnya menjadi booming bersamaan
tenarnya baik dalam film ataupun buku berjudul Negeri 5 Menara.
Sebuah buku dari trilogy Ranah 3 Warna dan Rantau 1
Muara. Yang ditulis oleh Ahmad Fuadi, pria kelahiran Danau Maninjau, yang tak
jauh dari kampung Buya Hamka.
Judul
: Negeri 5
menara
Pengarang : Ahmad Fuadi
Penerbit : PT Gramedia Pustaka
Utama
Tahun
terbit : Tahun 2009
Jumlah
halaman : XII + 423 halaman
Sebuah Novel fiksi yang dibalut begitu epic dan
religi. Perjalanan 6 orang sahabat yang berbeda pemikiran, mimpi juga daerah,
yang diketemukan dalam sebuah tempat bernama Pondok Madani. 6 orang yang
kemudian disebut sebagai Shohibul Menara. Karena kegemarannya duduk di bawah
menara Pondok Madani.
Keenam
tokoh tersebut adalah Alif Fikri yang berasal dari Padang, Atang yang berasal
dari Bandung, Raja dari Medan, Dulmajid yang berasal dari daerah Sumenep, Said
dari kota Mojokerto, dan terakhir Baso yang berasal dari sebuah daerah di
Sulawesi Selatan bernama Gowa.
Di awali cerita tentang Alif Fikri sebagai tokoh utama
yang telah berhasil menjadi wartawan di Washington DC. Cerita berawal ketika ia
mendapatkan pesan dari teman lamanya yang bernama Atang yang telah menjadi
orang sukses di Kairo. Ketika mendapatkan pesan tersebut, Alif teringat akan masa
lalunya di Maninjau dan Pesantren Madani bersama teman temannya.
Pada bab berikutnya menceritakan bagaimana Alif yang
tidak berani menolak permintaan ibunya walaupun hatinya meronta mahu menyertai
bidang impiannya bersama sahabatnya, Randai, untuk masuk sekolah SMA.
Dalam setiap bab pada novel ini, seperti membaca satu
episode. Sebab peristiwa yang terperinci juga diskripsi yang tajam. Sebuah novel
yang mengangkat isu pendidikan, memberi wawasan terhadap penilaian pesantren
yang orang bilang bahwa orang keluaran pondok hanya akan menjadi pemuka agama. Dalam
novel ini, justru adalah pembantahan daripada itu.
Sebuah novel sederhana yang jujur, sebab mengangkat
institusi sekolah agama ke kancah yang lebih tinggi, maka wajar apabila novel
ini mendapatkan penghargaan Nominasi Khatulistiwa Award 2010
dan Penulis Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugerah Pembaca Indonesia. Buku ini
pun tercetakk sebanyak 170000 eksemplar hanya dalam kurun waktu 2 pekan.
Dari
buku ini, kita akan dibawa pada suasana pondok dalam segala aktifitas yang
tentu bukan berkesan pada fisikal tetapi pada hati. Sebuah perjalanan tentang
sebuah keikhlasan baik belajar maupun mengajar. Sangat memberi aura positif
juga membuka mindset, baik dari segi film ataupun buku. Pada sisi buku, kita
akan di ajak pada gaya kepenulisan sang penulis dengan bahasa daerahnya.
This
is recommended for you!
Alhamdulillah sdh baca. Resensinya bagus
BalasHapushehe, makasih mba dewi
Hapus