![Hasil gambar untuk cincin seorang diri dari cerai](https://percikaniman.id/wp-content/uploads/2015/01/cerai.jpg)
Sumber gambar: google.co.id/percikan iman online
‘Hu … hu … huuu’
Suara tangis terdengar dari arah ruang tamu dengan
sendunya, Dita segara keluar dari kamarnya dengan terkejut mencari sumber
tangis. Di dapati kakak perempuannya tengah menangis begitu purau.
“Kakak kenapa?” tanyanya heran lalu mendekat
menghampirinya.
Kifa sang kakak pun langsung reflek memeluknya erat,
tangisnya semakin tumpah. Bulir-bulir air mata yang sedari tadi jatuh pun
seakan terus mengalir deras tak bersisa. “I i ini, Dek.” Bicaranya terbata, tangannya
mengulurkan ponsel yang dari tadi di genggamnya.
Dita pun mengambil alih ponselnya dan membaca pesan
yang terbuka disana. Ia terkejut, nyalinya pun hampir runtuh. Ia memandang
kakaknya dengan penuh haru, ingin teriak dan mencaci kenyataannya. Namun ia
urungkan, sebab kakaknya kini butuh dukungan darinya. “Aku bisa ngerasain apa
yang kakak rasain.” Bisiknya dalam hati bersama tangis yang terjaga. Ia kembali
memeluk kakaknya yang mulai rapuh, sesekali matanya melirik ke arah kamar yang
dibiarkan terbuka pintunya. Melihat bayi mungil nan lucunya, tengah tertidur
pulas tanpa dosa. Iya, dia ponakannya yang tak lain adalah Wakhid, anak semata
wayang Kifa beserta suami.
***
Pagi menyambut
dengan hangatnya, mentari dirasa sangat pas untuk memulai aktifitas. Dengan penuh
semangat untuk menyambut hari yang baru. Namun, tidak dengan Kifa. Hari itu, ia
merasa bahwa langit tak berpihak dengannya, teriknya seakan menertawakan jalan
nasib hidupnya.
Matanya sembab dikarenakan tangisnya yang tak henti,
suaranya semakin purau karena lelahnya menangis. Ia dengan tergesa-gesa pergi,
membangun paksa bayinya yang teridur pulas dalam keranjang bayi. Megusap sisa
air matanya yang masih saja turun. Bibirnya kelu, hatinya masih meringis pilu. Ditatapnya
mata bayi yang tak berdosa itu
dalam-dalam, tangisnya kembali menyeruak. Mengingat bahwa bayi yang tengah
dalam pangkuannya adalah bukti buah cintanya dengan Yoga, suaminya.
Ia pun berlalu, membawa bayinya juga adiknya pergi. Mencari angkot.
“Kita mau pergi kemana, Kak?” tanya Dita.
“Ke Pak Heru,” jawabnya singkat, “kamu kerja hari ini?”
Kifa melanjutkan bicaranya.
“Kerja, Kak. Tapi aku berangkat siang.”
Kifa pun hanya mengangguk lemas. Di pandanganya bayi
itu, ia merengek tangis sangat kencang. Tangannya masih berusaha mencoba
menimang-nimang agar diam.
“Nak, sabar ya sayang. Kelak nanti jika kau sudah
besar, jangan seperti ayahmu ya, Nak.” Dibelai kepala tak berambut itu dengan
tulus dan lembutnya. “Seperti namamu, Wakhid. Kamu nomor satunya mamah.” Ia mencium
kening anaknya.
Sementara Dita, ia menatap haru kakaknya. Disisi lain,
ia ingin menangis. Namun, apa daya jika ia menangis, lalu siapa yang akan
memberinya semangat.
Tanpa sadar keduanya, mereka pun telah sampai di depan
gang rumah Pak Heru. Mereka pun segera turun, dan berlalu menyusuri jalanan
kecil gang rumahnya.
Setibanya, tangis Kifa kembali buncah. Ia langsung
memeluk ibu Wiwid, istri Pak Heru. Pak Heru pun menjadi termangu, ia bangun
dari tempat duduknya meninggalkan secangkir kopi hangat yang sudah dibuatkan
sang istri.
“Ada apa?” tanya Pak Heru heran, melirik Dita yang
kembali ikut terdiam.
Di ambilnya bayi itu dari pangkuan sang ibu.
Kifa pun terus menangis dalam pangkuan pelukan ibu
Wiwid, ibu mertuanya. Ia menghabiskan sisa-sisa emosi yang masih terpendam
sesak didadanya.
“Ada apa? Datang-datang nangis, sepagi ini?” menatap
heran, menyangga kepala Kifa yang hampir terjatuh.
*bersambung.
#OneDayOnePost
#TantanganFiksi6
#DomesticDrama
ternyata mas wakhid masa kecilnya spt itu ya, hmmm baru tahu sy
BalasHapusHahaha
HapusAhahahahaha
BalasHapusπππππ
Hapusternyata bukne wiwid, sekarang pindah hati ke Pak Heru wkwkwk
BalasHapusWkwkwkwk
HapusKali ini, mas suden jadi cucunya ππ
Jadi bayangin masa kecilnya kak suden deh kak, hihi keren bgt, semangat kakk ππͺπͺ
BalasHapusππππ Yang punya nama, belom nongol dek wkwkwk
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus“Seperti namamu, Wakhid. Kamu nomor satunya mamah.” Ia mencium kening anaknya.
BalasHapusKok gak terasa ciumannya? Wkwkwk.
Waaduuh, hahaha
HapusBhuahahaha ....
BalasHapusKetawa saya bacanya π
ππππ Duuh, ada apa pak heru hehe
HapusPada fokus ke mas wakhid kayanya hahaha
Suaminya bernama pak Heru... hihihi
BalasHapusHihihi, iya. Jadi mas suden itu cucunya wkwk
Hapusπ π π
BalasHapusSsssst. Jangan keras" ktawanya ya hihi
Hapuskepo sama kelanjutannyaa π
BalasHapusMakasih ka viaπ
HapusTunggu ya, one proggress heje
Hahah pak heru...
BalasHapusMakasih udah mampir ka ilmi :)
HapusWkwkwkwk π π
BalasHapusAnak kecil jgn ngetawain π
HapusPasti namanya wakhid karena nama neneknya wiwid, #eh hihihi
BalasHapusHahaha iya, biar agak" mirip wkwk
HapusKayak sudah jalani nikah saja hhh...ajiiib...Re
BalasHapusDuuuuh kan, jadi malu aku hahaha. Pdahal blom ya hahaha
HapusDoain aja pak bari hehe