Saat jarak mendekatkan padamu tentang kehadiran dan
cinta yang lebih besar, saat itu pula hati dan raga saling terikat tanpa
terkecuali. Entah memilih dalam sebuah pengabdian atau hanya sesederhana
berdo`a.
Aku mengerti,karena untuk mengkondisikan keduanya
tidaklah mudah.
Aku memilih,
tatkala hati ini telah bersikukuh pada pilihan. Pilihan dimana menentukan wibawa seorang wanita, bukan tuk
mencarinya perhatian tapi karena ku tahu ini tak sekedar kewajiban dasar agamaku
tetapi untukmu pula.
Saat kedekatan ini menjadikan diriku seakan dekat
dengan syurga, saat hati telah berpasrah pada Rabbi. Engkau pisahkan aku
bersama takdir yang tak mampu ku ubah, sementara diri masih ingin terus berbirrul
walidain. Tapi ku percaya,
itu adalah bukti cintaNya yang amat
besar sekali. Bukan? Bukan untuk mnegingatnya kembali. Hanya saja, ku masih
perlu penyesuaian atas kehilangannya.
Aku cengeng? Kukatakkan itu iya. Aku memang cengeng,
dan ku tak perlu katakan itu padamu. Karena seandainya dirimu mengerti, kau
akan merangkulku bukan lantas diam dan katakan “Dan kamu harus terbiasa”. Untuk beberapa pertanyaan lain, masih
kusimpulkan pada jawaban bahwa lidah mungkin saja bersembunyi, tapi hati dan
mata? Sejujurnya ia mudah sekali tuk katakan jujur, hanya saja perlu waktu.
Ini pula alasan teruntukmu yang selalu katakan aku
sibuk; kamu tak pernah tahu betapa kalutnya diriku saat perpisahan terjadi pada
saat dirimu telah merasa begitu dekat, kamu tak pernah mengerti sesak seperti
apa yang kurasa setiap hari hanya untuk sekedar berkata “Aku baik-baik saja”. Bahkan tak ada yang benar-benar peduli, aku
baik-baik saja ataupun tidak.
Bila boleh jujur, hampir habis sudah dayaku tuk
bertahan. Sebab sesak ini semakin menjadi sedangkan aku masih saja berkalut
rindu. Akulah perindu hadirmu, pelukmu juga sandaranmu. Tak pernah habis air
mata ini menetes, membasahi pipi. Tak pernah hati ini berhenti menyebutmu,
kesibukanku hanya ingin membuat sebuah
kehilangan seakan berlalu. Untuk itu, jangan remehkan jiwa perindu. Sebab ia
merindu hingga tangis bertahta, ia merindu hingga sesak terasa. Hingga ia
menjelaskan, bahwa kehilangan adalah jawaban.
Akulah si perindu itu, yang berperan seolah sebagai
orang yang paling bahagia. Tapi Ya Rabb, karena semua kehebatan yang Kau berikan
ini, tak seorang pun mengerti posisiku, mereka lupa bahwa aku juga punya hati
yang memiliki titik jenuh yang mudah sekali terluka, air mata pun menetes dari
mata yang selalu terlihat bahagia ini. Dan tak seorang pun tahu?😔
sumber gambar: kompasiana.com
cie saking rindunya...
BalasHapusiya euy, masih tentang rindu yang gak mau move on hahaha
BalasHapus