![Gambar terkait](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvOCAsVKzEqFSNUk3E-V3_sRby5MWMPEg-GISiohsjt3c44d9k5wWOIiY0QYSpVnjT8ZonQp97HrrMJb_j-ug2riaPAX4YL5qbO6BBsnR-B2owWpM-Y8bR_4XG-Uy0CMsSZGuSCbwNA3ew/s200/1092.jpg)
sumber foto: felingss.blogspot.com
“Hei,
boleh aku duduk?” lelaki itu menghampirinya.
Ia
pun menolehnya kaget. Lalu kemudian mengedipkan matanya pertanda iya dan
menggeser duduknya untuk berbagi tempat duduk dengan lelaki itu.
Seketika
suasananya berubah hening, hingga terasa mulai digigiti nyamuk.
“Banyak
nyamuk yah?” Handy memulai pembicaraan.
Gadis
itu pun menoleh, kemudian menundukkan pandangannya. “Iya.” Jawabnya.
“Tadi
acting kamu bagus,” ia memuji.
“Kak
Handy juga.” Jawabnya yang terihat tersipu, tak hanya menahan malu terhadap
lelaki itu, namun juga menata gemuruh senang dalam hatinya.
Mereka
pun terlibat pembicaraan yang lama, hingga sahabatnya menghampiri dengan
mencari perhatian pada lelaki itu.
“Hai,
Diana” sapanya. “Loh, ada kak Handy?” tanyanya pura-pura tak tahu.
Handy
pun hanya tersenyum.
“Masih
ingat sama aku?”
“Em
… mukanya gak asing yah.” Jawabnya sembari menerka-nerka ingatannya.
Diana
pun menoleh ke arah Handy, “Iya dia temanku, Lusiana namanya.” Ia
memperkenalkan temannya. “Dia juga, yang waktu
ospek Kakak hukum suruh jalan jongkok.” Jelasnya melanjutkan.
“Oh
itu kamu!” jawabnya mulai mengingat. “Kalian satu angkatan?” tanyanya menoleh
kepada dua gadis itu.
“Iya.”
Jawab keduanya kompak.
Handy
pun menoleh ke arah keduanya.
“Iya
kita satu angkatan, satu kelas juga.” Jawab Lusi yang lebih banyak bicara
daripada Diana.
Handy
hanya mengangguk, mengiyakan yang kemudian izin meninggalkan keduanya.
“Kalo
gitu kalian silakan lanjutkan kalo mau ngobrol, saya juga mau lanjut gabung
dengan yang lain.” Pintanya yang di barengi senyum yang ditujukan untuk Diana,
namun yang menanggapi justru sahabatnya. Lalu ia pergi.
“Kak
Handy, asyik banget sih jadi orang. Manis juga senyumnya.” Jelasnya bersandar
pada bahu sahabatnya. “Coba bisa tiap hari deket dia.” Ucapnya lirih.
“Apa
Lus?” jawabnya kaget. “Maksud kamu?” membangunkan kepala Lusi dari sandarannya.
Ia
pun menatap Diana dalam-dalam, dengan terus tersenyum. Sementara Diana masih terheran-heran dengan sikap sahabatnya.
“Diana,
kamu tahu?” menatap mata sahabatnya dengan
menaruh tangannya di atas bahu Diana. “Orang yang selalu aku ceritain
itu?” lanjutnya menjelaskan dengan pelan.
‘Deg.’ Jantung Diana tiba-tiba berdegup
kencang, sementara otaknya masih
menyemilir tertahan di pembuluh darah. Seperti sudah tahu tahu akan
jawabannya, semua tertahan didadanya. Ia sedikit menegang, namun demikian ia
masih bisa mengontrol dirinya. Ia pun mengangguk.
“Iya,
dia Kak Handy.” Jelasnya dengan terus tersenyum.
‘Byaaaaaar’.
Perasaannya membuncah bak sebuah bendungan yang meluap hingga sebabkan banjir.
Ia menurunkan ketegangan dalam dirinya, akan kenyataan yang baru saja ia
dengar. “Jadi selama ini, yang dimaksud
itu Kak Handy.” Benaknya bergumam seolah-olah tak percaya. Ia hanya
tersenyum pasi, mencoba mengontrol dirinya. “Kamu, emang gak salah buat
mencintai seseorang.” Jawabnya dengan hati yang bergetar. Sementara dirinya
menahan tangis didadanya, bagaimana tidak? Dua orang yang saling bersahabat
mencintai seorang lelaki yang sama.
Lusi
pun memeluk dirinya erat, seakan memberi tahu bahwa kini ia tak lagi harus
menyimpan kagumnya seorang diri. Sedangkan Diana dalam peluknya, ia melihat
lelaki itu dari kejauhan dengan binar dimatanya.
“Perjuangin
kalo dia memang pantas diperjuangin.” Ucapnya dengan sedikit lirih.
Lalu
Lusi pun menarik tubuh Diana dari peluknya dan tersenyum. “Untuk itu, kamu mau
kan bantu aku?” tanyanya.
Ia
pun menoleh lalu memalingkan kembali wajahnya. “Bantu apa Lus?” jawabnya
kemudian.
“Bantu
aku terus deket sama dia yah?” pintanya.
Diana
pun semakin tercekat akan maunya, ia sebenernya ingin menolak pintanya. Namun,
apa boleh buat. Ia pun mengiyakan berjanji untuk membantunya terus dekat dengan
Handy.
Seketika
suasana menjadi hening, dan mereka memilih melanjutkan mengikuti acara. Tetapi
tidak dengan Diana, gadis itu memilih beralih kedalam tenda dengan alasan sudah
mengantuk yang kemudian ia menimbang-nimbang permohonan sahabatnya, ia mengerti bahwa ia harus terluka
namun disisi lain ia pun juga sama mencintainya. Meski sahabatnya tak pernah
tahu perasaannya yang sesungguhnya. Hingga ia terlelap pada tidurnya.
***
Roda
waktu semakin bergerak jalan maju, persahabatan mereka tetap terjaga. Dua orang
sahabat itu pun masih bersama, dan sama-sama saling dekat dengan lelaki itu. Satu
semester berlalu, kini lelaki itu sedang mempersiapkan skripsinya sementara dua
orang yang saling bersahabat itu menginjak semester empat, sama seperti adik
sepupunya.
Suatu
hari di weekend, Handy pun mengajak adik sepupunya untuk lari pagi tak lupa
pula ia mengajak Diana. Sekaligus memperkenalkan keduanya. Mereka bertemu di
sebuah Car free day. Namun tanpa
sepengetahuan Handy, ternyata gadis itu pun mengajak sahabatnya.
Disisi
lain, seperti biasanya, Lusiana terbangun adri lelapnya tidur. Matanya yang
masih suntuk terlihat jelas oleh lingkaran hitam area matanya, tak lupa Ia
menyegerakan satu dari lima waktu yang wajib.
Tangannya
mengepal, menggeliat dengan manjanya. “Hari ini aku harus pergi.” Katanya berujar.
Lalu
ia mempersiapkan dirinya, membersihkan diri, dan tetap menjaga sarapannya walaupun
hanya segelas susu. Ia pergi ke sebuah stasiun, dengan terengah-engah. Mengejar
waktu, sebab keterlambatan adalah sebeuah kutukan baginya.
Iya,
akhirnya duduk dengan tenang di bagian ujung gerbong commuter line, tepat pada
gerbong yang dikhususkan untuk wanita. Lalu membuka ponselnya, sekedar membalas
pesan dan menutupnya kembali setelah usai.
Ia
kini menikmati alunan bunyi keretanya, kala embun masih membasahi kaca kereta
dengan tebalnya. Sementara bersamanya, ia memandang satu demi satu orang yang
berada disekelilingnya sekaligus rumah-rumah yang ia lewati diluar kaca kereta.
Sesekali ia memejamkan matanya.
*bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar