sumber foto: 145xcomz.blogspot.co.id
Kini minggu demi minggu berubah bulan, hingga
berubah menjadi semester baru, persahabatannya kini semakin terjalin. Tak
terhitung warnanya, tak sedikit cerita berbagi tentangnya, tentang lelaki itu,
tentangnya yang memillih tuk diam mencintai.
Diana
yang memilih memendam kagum dalam diamnya, sementara Lusiana memilhnya berbagi
cerita dengan sahabatnya meski hingga saat ini pun tak pernah menyebutkan
namanya. Dua orang sahabat yang menyimpan perasaan terhadap lelaki yang sama.
Sementara Rini, ia masih saja menikmati kesendirian dalam kebimbangan harap tentangnya
yang justru tanpa kabar.
Pada
suatu ketika dalam acara yang di adakan pihak kampus, di pertemukanlah kembali
Lusiana, Diana juga Handy. Dimana ketiganya terkumpul bersama semua angkatan,
tergabungnya senior juga junior. Yang kemudian terbagi kembali menjadi beberapa
tim-tim kecil, saat itu Diana juga Handy satu tim, sementara Lusiana di tim
lain.
“Tim empat, ada Puspa,” nama yang
dipanggil pun segera memposisikan diri di depan berjajar dengan tim yang
lainnya, “… Rina, Dimas, Lusiana, Adi, ….” Teriak salah satu panitia yang
disambut riuh juga tepuk tangan para mahasiwa.
Sementara
Lusi, bersikap sedikit kesal saat penyebutan anggota tim-nya hingga akhir yang
tak menyebutkan nama lelaki itu, yang ia harap bisa satu tim dengannya. Namun
apa boleh buat, ia hanya menerima keputusan yang sudah dibuat para panitia.
“Yuah,
kita nggak se-tim.” Ucapnya kepada Diana, mengalihkan sesalnya.
Diana
tersenyum, “tak apa, semangat yah!” jawabnya memberi semangat.
“Tim
Lima, Diana,” ia pun menyesuaikan dirinya di depan, “… Kevin, akbar, Anis … dan
terakhir Handy.” Teriak kembali salah satu panitia yang semakin terdengar riuh
dengan tepuk tangan mahasiswa yang lain.
Diana
pun hanya tersenyum, dalam hatinya ia bergumam betapa senangnya bisa berada
dalam satu tim dengan lelaki yang ia kagumi. Sementara Lusiana, ia hanya
memandangnya dari samping berujarkan dalam diri, “kan aku yang mau satu tim
bareng kak Handy. Beruntungnya Diana.”
Setelah
panitia menyebutkan semua tim-nya yang terbagi atas kurang lebih lima belas tim
dengan kisaran jumlah anggota sepuluh hingga tiga belas anggota, kini ke semua
tim diharuskan membentuk kader ketua tim.
Semua
tim hampir terdengar gaduh, saling menunjuk si A dan si B nya untuk menjadi
ketua tim. Namun justru malah membalik tunjuk arah, saling mengandalkan. Yang mana
ketua adalah yang bertanggung jawab terhadap para anggota timnya masing-masing.
Tanpa terkecuali Tim lima, yaitu tim Diana. Ia kompak menunjuk Handy, yang
kemudian ia langsung menerimanya tanpa menolak dengan kata, “Ah kamu saja” seperti yang lainnya.
Akhirnya
tim lima pun terbentuk dengan ketua tim Handy, bersama sebelas anggota lainnya.
Sementara Lusiana, ia akhirnya
mendaftarkan dirinya sebagai ketua tim dikarenakan anggotanya yang hanya
saling mengandalkan satu sama lain.
Waktu
pembentukan ketua tim pun habis, panitia mulai mengumpulkannya kembali di
halaman kampus, dengan garis saling berjajar antara tim satu dengan tim lainnya
dengan posisi ketua berada di baris terdepan.
Setelah
terbentuknya ketua tim, kini panitia memberi clue dan randown mengenai acara
itu kepada sang ketua dan tugas seorang ketua yang pertama adalah memberi
pemahaman kepada masing-masing anggotanya.
Dengan
bijaknya Handy melangkah dan membuat strategi khusus untuk timnya, wibawanya
semakin terlihat kala ia mulai menjelaskan satu demi satu tahap dan randown
acara kepada anggotanya. Sementara Diana, ia memperhatikan detail lelaki itu
dengan baik, tampak begitu manis ia melihatnya hingga mencuri pandangan
darinya. Sesekali ia menundukan pandangannya, dan menyimpulkannya dengan
senyumnya yang manis. Hingga membawanya pada lamunan akan lelaki itu yang
kemudian menjadi salah tingkah kala teman se-timnya mengagetkan dirinya.
“Na!”
bahu temannya menyentuh bahu Diana, yang mengagetkan dirinya.
Dengan segera ia menoleh kearah
temannya. “Apa?” jawabnya dengan suara kaget dan terdengar berbisik.
“Di tanya kak Handy, sudah paham
belum?” jawabnya memberi penjelasan sembari menundukan kepalanya, ucapnya
berbisik pula.
Diana pun segera menegakkan
pandangannya dan menatap ke arah lelaki itu.
“Iya kamu?” ujar Handy
“Iya paham Kak.” Jawabnya yang
kemudian kembali menundukan pandangannya.
Acaranya pun di mulai, memulainya
dari perkenalan mmasing-masing anggota tim bersama jargon dan yel-yel lengkap
yang dibuat bersama, mengharuskannya saling mengenal antar anggota satu dengan
anggota lainnya yang mana nilai sebuah kekompakan dan kebersamaan adalah kunci
utamanya.
Sementara Lusiana, ia selalu
mencuri-curi pandang mencari perhatian lelaki itu, namun lagi ia selalu melihat
betapa lelaki itu begitu dekat dengan sahabatnya, ia sedikit cemburu meski
masih beranggapan hal biasa karna memang satu tim, tetapi tetap saja ia tak
bisa menutupinya.
Langkahnya semakin tak tentu,
gejolak cemburunya kini mulai mengganggu aktifitasnya, ia mulai tidak focus. Sementara
Diana, ia tak menyadari tingkah aneh sahabatnya, karena fikirnya kerjasama dan kebersamaan
tim adalah yang penting, ia bersikap professional mesti tak menutup hatinya,
bahwa bersama dengan lelaki itu adalah kemustahilan yang sedang terjadi apalagi
saling melempar canda tawa.
*Bersambung
*Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar