![Gambar terkait](https://i.ytimg.com/vi/3et26HO2sbE/hqdefault.jpg)
sumber foto: youtube.com
“Sayang, kakak bisa cerita sama mamah.”
Lanjut sang mamah memberi perhatian.
“Aku
mau sendirian dulu mah.” Teriaknya dengan suara yang semakin sedu.
Mamahnya
pun memahaminya, dan meninggakan dirinya seorang diri di kamarnya. Sementara
ia, terus menangisinya, sebab tak habis fikirnya mengapa seorang sahabat yang
begitu dia sayang, yang dia percayakan dapat menyakitinya begitu saja.
Kecewanya semakin memuncak, tatkala ia melihat dan merasakan kekhawatirannya
benar adanya.
***
Diana
tak menyerah, ia pun ingin memperbaiki hubungannya dengan sahabatnya. Ia
berencana pergi kerumahnya, menjelaskan cerita yang sebenarnya.
“Hi
tante.” Sapa Diana kepada Ibu Erita, dan mencium punggung tangannya.
Ibu
Erita pun menyambutnya dengan senyum.“Hai sayang, apa kabar kamu?”
“Aku
baik tante,” jawabnya dengan senyum. “Lusi-nya mana ya tan?” tanyanya sembari
sesekali menengok ke arah lantai atas.
Ibu
Erita pun menoleh ke arah lantai atas.“Sudah dari kemarin, dia gak keluar
kamar, Na. Untuk makan saja nggak.”Ibu Erita menjelaskan. “Sebenernya ada apa,
Nak?”
Ia
terdiam sejenak. “Boleh aku ke atas, tan”
Ibu
Erita pun mengangguk.
Ia
dengan segera menuju kamar Lusi dan mengetuk pintunya. “Lus, ini aku. Diana.”
Jelasnya. “Boleh, aku masuk?” pintanya.
Namun,
Lusi jua tak kunjung membukakan pintu.Ia membiarkannya terdiam.
“Lus,
aku bisa jelasin ke kamu yang sebenernya.” Ia pun terkulai lemas didepan pintu
dan bersandar disana.
“Pergi
lu dari sini, gue gak butuh penjelasan lu.” Teriaknya sembari melemparkan
bantal ke arah pintu.
Diana
pun terkejut dan mulai menangis.
Ibu
Erita pun menghampirinya, mebangunkan dirinya dan mengajaknya untuk berbicara
terbuka dengannya di lantai bawah.
“Kamu
minum dulu ya.”
Ia
pun menerima gelas yang diberi ibu Erita. “Terimakasih tante.”
“Nak,
tante juga pernah muda. Tante pernah ngerasain apa yang kalian rasain sekarang.
Kalo kamu mau, kamu bisa cerita sama tante.” Jelasnya yang kemudian memeluk
Diana, sebagaimana ia memeluk anaknya sendiri.
“Tak
apa kok tante, cuma ada kesalahpahaman aja.” Jelasnya.
Ibu
Erita pun hanya tersenyum menyimpulkan dan mengelus rambutnya.
Diana
pun dengan sedikit penyesalan yang tertahan, binar di matanya kini semakin
terlihat memendung. Entah bagaimana ia harus memulai menjelaskannya, ia bahkan
menyalahi dirinya bahwa ia telah memilih keputusan yang salah. “Seharusnya aku
tak pernah berjanji, meskipun iya.Seharusnya aku memilih untukmenjauh.”Hatinya
menggerutu.
“Lus
… aku gak pernah bermasud untuk seperti ini. Apalagi untuk mengkhianati kamu.”
Hatinya berbicara dan menatap ke arah lantai kamarnya.
Namun,
ia hanya diam tak bergeming. Tak ada tanda-tanda bahwa ia kan turun untuk
menemuinya atau sekedar bertemu dengan mamahnya. Seperti harap persahabatannya
kan pupus dengan mudahnya.
***
Libur
semester telah usai, kini mereka melanjutkan aktifitas kembali setelah berlibur
panjang meski liburan terakhirnya tak seperti yang direncanakan bahkan mungkin
sebuah ketidakmungkinan yang menjadi mungkin.
Sebuah
cerita di akhir liburan yang berujung tak mengesankan. Siapa sangka? Mengakhiri
liburan dengan sebuah kesalahpahaman yang merusak hubungannya.
Kini,
Lusiana tak ingin lagi mengenal sahabatnya bahkan untuk sekedar menegur.
Kekecewaannya menutup hatinya, sehingga hatinya tertutupi oleh emosi keraguan
terhadap sahabatnya.
Sementara
lelaki itu, ia kini tengah disibukkan dengan tugas akhir skripsinya. Sedangkan
hubungan antara dirinya dengan lelaki itu seperti kembali menjadi asing.
Setelah harapnya di mainkan lalu kemudian di patahkan begitu saja.
Ia
hanya dekat dengan Rini, adik sepupunya Handy. Namun demikian, ia enggan
menyebut Handy dengan Diana didepannya, mengenai hal apa yang sebenarnya
terjadi. Padahal tanpa ia ketahui, Rini sudah tau di antara semuanya. Sementera
kini, ia tak hanya sibuk kuliah, kini ia sibuk menjadi salah satu volunteer anak jalanan.
“Hai,
Lus.” Sapa Diana saat sahabatnya masuk ke dalam kelas.
Namun
ia hanya menoleh sinis, lalu memalingkan pandangannya dengan cepat. Ia
mengambil tempat duduk yang tak berdekatan dengan sahabatnya.
Diana
pun kembali terdiam.
Hari
itu, terasa hari yang sangat lama bagi keduanya. Di diamkan secara langsung
hingga menimbulkan pertanyaan teman sekelas lainnya. Ia tak saling menyapa,
jangankan menyapa saling menoleh pun tidak. Saat kelas telah usai, mereka
memilih melanjutkan masing-masing aktifitasnya.
Diana
kembali ke tempat kost nya, sementara Lusiana. Ia pergi ke tempat makan yang
biasa ia tongkrongi bersama sahabatnya. Sesekali dalam benaknya ia bergumam,
“Ana, gue kangen lo.” Matanya terpejam. “Tapi disisi lain, gue kecewa.”
Cakapnya.
Kemudian ia membuka matanya. Alangkah terkejutnya ia saat
itu, ada seorang gadis yang ia kenali betul, tengah berada tepat didepan
pandangannya lalu kemudian tersenyum dengan senyuman yang tak asing baginya.
*bersambung
Ditunggu kelanjutannya
BalasHapusSiap mba wid...
Hapus