Saat
malam tiba, semua tim dikumpulkan kembali di sebuah lapangan dengan pusat
persiapan bahan api unggun. Mereka tetap bersama timnya masing-masing untuk
mempersiapkan pula persembahan yang akan di tampilkan sepanjang menanti waktu
yang tepat untuk menyalakan api unggunnya.
Saling
bertukar fikiran untuk mengisi persembahan, nampaknya tim Diana selalu terlihat
santai dengan penuh tawa. Sedangkan tim Lusiana, selalu diributkan oleh
perbedaan pendapat. Ia menatap sahabatnya agak sinis, nampaknya ia mulai
cemburu terhadap kekompakan timnya, tak hanya itu terlebih kepada kedekatannya
terhadap lelaki itu.
Ia
menoleh ke arah sahabatnya yang kemudian mengodenya dengan sekali gelengan
kepala menandakan, “Yuk ke belakang”
yang kemudian sahabatnya mengerti dan segera ia izin untuk segera pergi ke
belakang arah tempat tenda wanita. Sementara Handy pun ikut menoleh, melihatnya
pergi, matanya melirik langkah pendek gadis itu.
“Ada
apa?” ujar Diana dengan suara yang pelan, sementara matanya sibuk memata-matai
sekitarannya.
“Kok
kamu, aku perhatiin deket banget sama Kak Handy?” tanyanya to the point.
Mata
gadis itu pun mulai menatap mata sahabatnya, dalam benaknya ia mulai
kebingungan atas pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya. “Kan memang dia ketua
tim aku, Lus.” Jawabnya memberi alasan.
“Iya,
aku tahu. Tapi gak sedeket itu kan?” tanyanya semakin menyudutkan.
“Lho,
lho … ini maksud kamu apa ya?” jawab Diana heran. “Kok kamu ngelarang-larang
gitu?” tanyanya semakin heran.
“Bukan
ngelarang sih An. Tapi …”
Kemudian
Diana memotong bicaranya Lusi, “Tapi apa?” jawabnya agak sinis.
“Tapi
masalahnya,” ia menghentikan suaranya, menutup bibirnya dengan jari-jari
tangannya sebab hampir saja ia mau berkata bahwa lelaki yang dimaksudnya selama
ini adalah Handy. “Mmmm, nggak jadi.” Lanjutnya.
Mata
Diana pun melirik mata sahabatnya dalam-dalam, ia melihat bahwa ada sesuatu
yang ia sembunyikan dari dirinya mengenai lelaki itu. Yang kemudian melihat ke
arah timnya untuk menengok Handy. Fikirnya, “Seperti
tidak terjadi apa-apa”. Begitupun dengan Lusiana, ia pun menoleh ke arah
lelaki itu.
“Gak
jelas kamu Lus,” ujarnya. “Udah ah, kita balik lagi ke depan, nanti ketahuan
panitia, habislah kita.”
Lusi
pun hanya berdiam diri.
“Eh,
malah melamun. Ayo lus ….” Ajaknya.
Ia
pun akhirnya mengiyakan dan segera kembali pada timnya masing-masing.
“Habis
apa, kok lama?” Tanya Handy saat Diana kembali. Lalu menoleh ke arah belakang
melihat Lusi.
Gadis
itu pun ikut memandang Lusi. “Biasa, urusan cewe. Maaf agak lama.” Jawabnya
yang kemudian mengalihkan kembali matanya terhadap lelaki itu.
Lelaki
itu pun kembali mengalihkan pandangannya ke arah timnya. “Baiklah, tak apa.”
jawabnya santun. “Mari kita lanjutkan.” Lanjutnya mengajak timnya berdiskusi.
Sementara
Lusiana, ia hanya mampu memandang lelaki itu dari kejauhan serta melihatnya
memberi perhatian lebih terhadap sahabatnya, yang mulai menimbulkan benih-benih
kecemburuan.
Persembahan
masing-masing tim pun segera di mulai menjelang waktu-waktu penyalaan api
unggun. Dengan nomor urut yang sengaja dikocok.
Suasana
semakin seru, tatkala salah satu tim mempersembahkan stand up comedy.
“Sayang,
kamu tahu ibu kita kartini?” ujar salah satu anggota dari tim lain saat
mempersembahkan persembahan timnya.
“Tahu,
itu tuh yang perayaanya setiap bulan april itu kan ya?” jawabnya.
“Iya,
kamu bener. Sekarang, biarlah dulu ibu kita kartini. Kalau besok …?”
“Besok
apa, Yang?”
“Kalo
besok ibu kita besanan. Eaaaaa.” Jawabnya yang kemudian disambut riang para
anggota dan tim lain. Hingga suara teriakan “Witwiw”
dan “Eaaaa” terdengar dari setiap
sisi-sisi anggota yang melingkar, melingkari api unggun.
Sementara Handy dan Diana, ia saling
menatap dan melempar senyum. “Setelah ini, bagian tim kita. Kamu siap kan?”
Tanya Handy.
Ia hanya menganggukan kepalanya
sembari tersenyum.
Panitia pun membunyikan pluitnya, tanda
waktu untuk persembahan masing-masing tim telah habis. “Beri applause untuk tim sembilan.” Yang
kemudian dengan segera diganti oleh persembahan tim yang lain.
“Kali ini, dari Tim Handy.” Teriak
salah satu panitia. “Handy and team, sudah siap?” Tanya panitia.
Timnya pun kompak menjawab. “Iya,
siap.” Sembari mengacungkan jempol tangannya.
“Beri tepuk tangan untuk tim lima”.
Semua orang pun bertepuk tangan.
Tim lima pun maju, dan mulai memperkenalkan diri. Bercerita
tentang sebuah cerita romantic. Ada yang menjadi nawacerita, ada yang pura-pura
menjadi salah satu orang tuanya, ada juga yang menjadi pohon-pohonan. Sementara
Handy dengan Diana, mereka adalah tokoh utamanya.*Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar