Setibanya
di kamar, ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan boneka-boneka teddy bear kesayangannya.
Terkadang matanya sedikit ikut terpejam, lalu terbuka kembali dan terpejam
kembali. Lelaki itu menghampiri dengan senyumnya yang manis “Sayang, yuk kita
makan dulu” katanya mengajak makan. Ia pun begitu tersipu, ternyata lelaki yang
terlihat menyebalkan tadi, begitu romantis. “Sayang, yuk kita makan dulu”
ajakan lelaki itu kembali mengalihkan lamunnya.
Namun
beberapa saat kemudian, suara ketukan pintu terdengar “Sayang, kamu tidur ya …
Makan dulu yuk” suara teriak Mamahnya menyadarkan Lusi.
Sontak
ia pun terbangun dari tidurnya “Iya Mah, bentar lagi kakak turun” teriaknya di
dalam kamar sembari membenarkan ikat rambutnya
“Baiklah,
mamah tunggu di meja makan ya”
Ia
pun hanya mengiyakan bisik dihatinya, yang kemudian Ia kembali merebahkan
badannya. “Ya ampun, aku kira tadi beneren. Sialnya Cuma mimpi.” Gumam
dihatinya. Namun ternyata ia terbawa perasaan, ia mulai senyum-senyum sendiri,
mengingat kejadian tadi betapa polos dirinya sehingga kena hukuman lelaki
nyebelin itu. Iya lelaki yang berkumis tipis, dengan kacamatanya yang pas
sekali dipakai. Ia mulai mengingat-ngingat, dan mengeja namanya “Ha … Ha”
ucapnya terbata-terbata seolah sedang mengingat keras namanya. “Ha apa yah, kok
aku lupa! Eh tapi apaan sih ini, kok malah nginget-nginget cowok nyebelin kek
dia gitu” sadarnya kembali menyadarkan. “Pake kebawa mimpi lagi, ah bodo ah” ia
pun mulai mengacuhkannya.
Segera
ia mengganti bajunya, dan membersihkan muka bantalnya lalu kembali ke ruang
makan yang mana Mamahnya telah menunggu lama.
***
Kampus.
Ha ri
ini, adalah hari pertamanya masuk kuliah setelah tiga hari masa ospek. Hari
pertama juga resmi bergelarkan Mahasiswi. Ia menyusuri lorong demi lorong
kampus, mencari kelasnya. Membaca dan mengeja nomor kelasnya, matanya seperti
tak ingin kalah, melirik ke kanan dan ke kiri, memandang ke semua penjuru ruang
kelas.
Jalannya
bak lagu sendu yang mendayu-dayu, bahkan suara langkahnya pun bagaikan musik piano
yang bergetarkan lembut. Bukan karena dirinya yang terlalu feminim, namun ia
dengan sengaja berjalan pelan sembari mengenal kampus dan mencari ruangannya.
‘Bruuuuuuug’
Suara buku terjatuh. “Eh eh maaf” Jawab keduanya kompak.
Sementara
lelaki itu masih fokus memainkan HP-nya tapi kemudian sadar bahwa bukunya yang
di bawa telah jatuh. Lelaki itu memungut satu demi satu bukunya yang jatuh
karena tertabrak. Sesekali melihat jam tangannya.
Begitupun
dengan Lusiana, ia terlihat seperti kaget dan salah tingkah Karena telah
menabrak orang. “Maaf, maaf Kak. Saya nggak sengaja” sembari membantu mengambil
dan merapihkan buku yang terjatuh.
“Oh
iya tidak apa-apa, saya juga salah” Jawab lelaki itu yang kemudin ikut
jongkok mengambil bukunya.
“Loh,
kakak kan panitia ospek kemarin?”
Sementara
lelaki itu hanya memandangnya, mencoba mengingat-ngingat dengan siapa ia
berbicara. Sambil terus membereskan bukunya. Dalam hatinya bergumam “Kaya gak
asing, tapi ya sudahlah” ia menepis.
“Maaf
ya, dan terimakasih sudah membantu membereskan bukunya. Saya duluan ya. Sudah
telat.” Ungkapnya tanpa basa-basi.
“Oh
iya ka”
Lelaki
itupun dengan segera berlari ke arah ruangannya dengan sedikit terburu-buru. Sedangkan
Lusiana, ia membalikkan tubuhnya ke belakang dan dengan sengaja memandangnya,
meliriknya dari kejauhan, melihatnya tetap dengan wibawanya. Hingga ia
memperhatikan dimana letak ruang kelasnya.
“Empat
… delapan … dua” ejanya dalam hati.
Lalu
ia kembali membalikan tubuhnya, melanjutkan kembali mencari ruangannya sembari
mengingat ruang kelas lelaki itu. Iya seorang lelaki yang entah mengapa selalu mengusik
lamunnya akhir-akhir ini. Lelaki yang telah memberinya hukuman semasa ospek,
tapi sekaligus lelaki yang menyita hampir perhatiannya. Ia pun kembali
mengabaikan, namun senyumnya mengisaratkan telah ada seautu yang terjadi
disana.
“Kakak,
tahu ruang ini nggak?” Tanya seorang mahasiswi lain sambil menunjukan nomor
ruangannya.
“Lho,
kita seruang. Aku aja lagi nyari” jawab Lusi
“Huft.
Untung ada temennya. Bareng boleh ya Kak” ujar seorang mahasiswi tadi.
“Tentu
dengan senang hati sekali.” Terdiam. “Oh iya, kita belum kenalan” ia memulai
mengajaknya berkenalan “Namaku Lusiana Wijaya, bisa panggil aku Lusi” Ia
mengulurkan tangannya tanda mengajaka berjabat.
Mahasiswi
itu pun dengan senang hati menerima berjabat tangan dengannya. “Hi Kak, aku
Diana Lestari. Bisa panggil aku Dian ataupun Ana” tersenyum
“Hi
Dian, senang bertemu denganmu”
Mereka
pun akhirnya berjalan berdua menyusuri lorong kampus mencari nomor ruangannya. Seoalah
seperti kawan yang sudah sangat lama, mereka menikmati obrolannya. Tertawa bersama,
seakan-akan kampus itu miliknya, bahkan seolah mereka bukanlah seorang mahasiswi baru.
Awal
perkenalannya memberikan kesan, sehingga mereka saling menikmatinya dan saling
mendukung. Seperti sebuah hubungan mutualisme, yang saling membutuhkan satu
samamlainnya. Tak hanya sekedar menjadi teman duduk, juga sekaligus menjadi
satu-satunya teman yang dimiliki masing-masing.
Dengan
asyiknya mereka berjalan, hingga tanpa sadar sebenernya ruang kelasnya sudah
terlewat. “Empat … sembilan … dua” ejanya sambil melihat papan bertuliskan
ruangannya. Lalu matanya membelalak saat dilihat ternyata nomornya telah
terlewat.
‘Loh
kok nomor empat sembilan sembilan” Tanya Diana heran.
'Hahaha’ mereka pun tertawa bersama sebab
menyadarinya bahwa ruangannya telah terlewat.
“Ternyata
terlewat” jawab Lusi. “Kalo gitu kita balik lagi” lanjutnya.
Lalu
akhirnya memreka membalikkan badannya kemabli dan melanjutkan jalannya menuju
ruang kelasnya bernomor empat sembilan dua.
***
*Bersambung
*Bersambung
Gita cinta di kampus
BalasHapusDari baca judulnya ini seperti sad ending..
Hehe bisa jadi bisa jadi... Tungguin sampe epilognya aja hhehe
Hapus