Ketika teriknya bersembunyi dibalik awan, sementara bulirnya
bersemayam pada dedaunan. Ia menengadah dipinggiran danau, berharap hujan turun
dengan derasnya. Minimal memberinya jeda untuk kembali bertemu dengan sang kekasih hati. Seharusnya.
Gadis manis, berkumis tipis dengan pipi yang sedikit chubby itu menyeka matanya, air matanya
tak henti turun membasahi rona pipi. Tangisnya hingga menyedu, sisakan sesak
didada. Ia harus kembali bergulat dengan rindu. Pikirnya.
“Dik …” Johan memanggil dari arah belakang punggungnya
dengan pelan.
Dik, panggilan yang dituju untuk gadis bernama Sista. Ia
diam, tak bersuara. Hanya menghapus air matanya, mencoba merapihkan sisa-sisa
tetesannya yang kini membekas sembab dimata.
Johan menghampiri gadis yang tengah duduk seorang diri
itu. Ia menoleh diam, ia pun tak bisa bergeming. Baginya waktu bergitu cepat
berlalu. Hening.
“Dik, kau menangis?” Johan memulai pembicaraan,
Sista masih terdiam, memalingkan wajahnya kearah
berlawanan dari pandangan Johan. Menyeka kembali bulir-bulir tetes air matanya,
pelan.
“Coba kau tengok aku?” lanjutnya, dengan memegang
kedua pipi Sista mencoba memalingkan wajah gadis itu ke hadapannya.
Mata Sista terpejam, dan membuka mata saat matanya
berpapasan dengan lelaki yang tak asing dalam hidupnya.
Ditatap lembut mata gadis bermata sipit itu, masih
terlihat binar dimatanya yang membendung, “kenapa menangis?” ia mencoba menyeka
air mata yang tersisa di ujung mata Sista.
Sista hanya membalas dengan senyum. Menjamah jari
besarnya Johan yang masih memegang pipinya, mencoba meraup hangat kasih sayang
lelaki dihadapannya, dengan bersandar pada punggung tangannya. Matanya kembali
terpejam, menikmati hadirnya. Kuharap tetap
seperti ini.
“Kau tak perlu menangis, Dik. Aku hanya pergi untuk
sementara, bukan tuk meninggalkanmu selamanya. Aku pasti kan kembali pada
dirimu. Tapi kau jangan nakal, aku pasti kembali.”
Gadis bernama Sista itu pun memukul tangan Johan yang
masih memegang pipinya. Uh.
“Duh, kok dipukul sih, Dik? Sakit tahu?” alih-alihnya
dengan manja.
“Itu lagu Pasto, Mas.” Jawabnya manja, dengan sedikit
senyum.
Johan pun mendeham tawa.
“I i i ih, nyebelin.” Rajuk Sista.
“Nah gitu dong, senyum. Jangan cemberut mulu,”
rayunya, “kamu makin terlihat manis kalau tersenyum.” Johan pun tersenyum.
“Au aah.” Jawabnya, mengode perhatian. Hening. “Mas …”
lanjutnya, “kamu jadi berangat malam ini?” suara Sista kembali purau, ia
mencoba menata hatinya.
Johan menatap pelan, lalu kemudian memalingkan
wajahnya. “Iya, Dik.”
“Harus malam ini juga ya?”
Johan mengangguk-angukkan kepala, pertanda iya. “Seharusnya
kemarin malam, Mas sudah harus berangkat, Dik.” Jelasnya.
Deg. Penjelasan Johan kembali menghentak jantungnya,
irama hatinya kembali tak menentu. Menggema rindu, berprotes waktu. Kenapa harus secepat ini?.
“Aku masih rindu.” Kalimat itu pun terlontar dari
bibirnya yang mulai kelu.
Johan terdiam, direngkuhnya tubuh Sista yang kecil dalam
dekapan bahunya yang kekar. Dipeluknya erat, menumpah rindu yang semakin berat.
Sepasang kupu-kupu
kecil berwarna kuning menghampiri, seakan memberi arti persetujuan diri. Ia terbang
mengitari, tanpa mengusik jiwa yang saling merindui.
***
Senja kini berlalu, gelapnya pertanda hari sudah
malam. Suasana perkampungan yang masih asri di pegunungan teh, mendukung diri
untuk tidur. Seharusnya. Jangkrik-jangkrik yang terdengar semakin ramai memecah
lamun, gerimis sore itu menambah kesan romantis pada kulit yang berbalut
dingin.
Johan yang sudah rapih bersama kemasan barangnya, siap
kembali bertarung dikota pencakar langit,
metropolitan. Meninggalkan kasihnya, yang kini kembali harus merajut rindu.
“Mas berangkat ya, Dik.” Pamit johan, sembari mengulur
tangannya.
Sista pun menerima jabatan tangannya, lalu menciumnya
tepat dipunggung tangan. Menggambarkan arti sebuah kepatuhan.
“Jaga diri kamu baik-baik ya.” Tangannya mengelus-elus
lembut pipi Sista, kemudian dikecupnya kening gadis itu. Ia raih tubuh gadis
itu, dipeluknya erat.
Kepala Sista tepat dibahunya, air matanya kini kembali
menetes tumpahkan rindu yang kembali meraja. Begitupun dengan Johan, matanya
kini terlihat berbinar tinggalkan sendu.
Iya, namanya juga lelaki. Yang selalu menyimpan tangis,
hanya karena tak ingin terlihat lemah.
Dilepaslah pelukan itu, tanpa melihat kembali wajahnya
ataupun bahkan saling menatap mata. “Pak, Bu. Johan berangkat dulu ya.” Lanjutnya
pamit kepada Bapak, Ibu mertuanya.
Ia segera masuk dalam mobilnya, mobil berwarna abu
dengan aksen biru muda. Ia menatap dalam kaca mobilnya. Maafkan Mas, Dik. Sejak pernikahan enam bulan lalu, Mas tidak pernah bersamamu. Dan sekarang,
Mas pulang hanya sebentar tinggalkan sesak rindu yang semakin menggebu dihati. Tapi
percayalah, Dik. Mas sellauingin bersamamu, setiap waktu. Meski sekarang, Mas
harus rela melepasmu. Mas janji, Dik. Ini terakhir Mas meninggalkanmu. Mas,
akan segera urus perpindahannya. Hatinya berbisik, bersama tangis yang tak
mampu lagi tertahan.
Ia pun mulai menghidupkan mobilnya, lalu membuka kaca
mobil. Terlihat sang istri melambai tangan, yang
ia sambut dengan senyum. “Mas berangkat ya, Dik. Assalamu`alaikum.” Tak lupa pula
ia melambaikan tangannya, lalu menutup kaca mobilnya. Dilajukannya mobil itu.
Mobil berlalu, Sista memilih berlari menuju kamarnya. Menghabiskan
rindu yang semakin menggebu, begitupun dengan Johan. Ia pun tak mampu lagi
berpura-pura. Tangisnya membasahi foto, yang sedari tadi ia pegang bersama
setir mobil.
*selesai.
***
Mungkin seperti itu, rasanya LDR an
pas udah nikah. Nyesek yah :D
#Day17 #30DWC
#OneDayOnePost
#FlashFiction #LDR
Nyesek..
BalasHapusRindu itu tidak akan pernah terobati. Rindu itu seperti candu
Bahaya yaah mba wid?
Hapusnyees k ati nyeseknya ðŸ˜
Long diatance marriage 😵
BalasHapusGak kebayang kalo aku yg ngalamin 😕
LDM ya mba agil..
HapusAku gamau bayangin, nyesek psti ðŸ˜
Iya nyesek banget, lebih nyesek dari hanya sebuah cerita, hehehe
BalasHapusMba Na LDM? oopps hahaha
HapusManis saat beemanja tp nyesek di akhir 😢😢
BalasHapusðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
Hapuswaaaaw.. rasanya ituuu
BalasHapusDaleem bgt mas dwi 😢
HapusRindu. Manismanis nyesek 😔
BalasHapusSakit tapi tak berdarah 😢
Hapus