Kamis, 19 Juli 2018

One More



“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya.

Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan.

Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhenti. Sebab ia hidup, dan tumbuh setiap waktu. Bukan perihal tentang memendam, tapi rindu tak selalu bertemu. Kan terus kau bahas perihal rasa, rasa yang tak pernah adil akan egomu.

Ada kata yang tak bisa dijelaskan ketika pinta menjadi nyata, ada pula ketika pupus meninggalkan luka. Tapi perlu kau tahu, tak ada rasa yang tak pernah membuatmu luka apabila dirimu menanggapi rasa.

Rasa yang sekali lagi tak dapat kau mengerti seperti apa bentuknya, rasa yang hanya akan kamu rasakan kelak ketika rasa itu bertemu pada rasa yang sama.

Berterimakasihlah kepada ruang tunggu, ruang yang mengajarkan kepadamu perihal menanti yang kadang tak pasti dan buatmu jera. Terimalah kehadiran dengan hatimu lalu katakan pada jarak, bahwa rindu tak pernah salah menepi. Bahwa ia mencipta dirimu menjadi tangguh, menjadi wanita dengan keshalihahan dirimu, menjadikanmu tersampul oleh kebajikan. Katakan pada waktu, yang setia temani tangis dan lukamu.

Luka yang mungkin tercipta tersabab egomu sendiri, sebab harap yang ingin terpenuhi tanpa peduli menoleh diri. Wahai, tegarlah dan sambutlah bahwa rasamu kini berbentuk.

“Dek, one more.

Kemudian ia memelukku hangat, dan aku pun tak bergeming, tak terasa ujung ekor mataku teteskan air mata.



#Petuah
Ged. BPKAD, 19 Juli 2018

Rabu, 18 Juli 2018

Perihal Rasa dan Lara


Bolehkan kubercerita tentang asa yang kini melara, rasanya menjemu habiskan dera. Bukan sebab datangnya pada singgasana, namun tersabab dilema yang kini kurasa. Dengarlah, wahai engkau nyanyian. Pernahkah sua meminta pada malam yang kelam? Di bawah lembayun temaran yang hening mengucap cerca.

Kumenipis hadir bukan tiada harap sebuah temu, namun naluri menjalar kabarkan iri. Menggelegar bak petir, menyentak dinding-dinding gua yang dingin. Haruskah kuteriakan engkau tepat dipendengaranmu, agar kau mengerti kuingin menepis rasa.

Namun lagi, kau terus mengiang dendangkan pujian. Bolehkah sekali lagi kutepis? Sungguh berat suaramu membayang nyata di pelupuk mata. Apakah kau sengaja? Hadir saat lara membekas dalam, luka yang mulai menanah karena harap sedari dulu yang pernah kau tepis.

Pergi saja, tanpa menaruh hati. Bisa kan?

Namun, lagi. "Tidak ada pertemuan tanpa sengaja." Ucapmu. Haruskah ku katakan bahwa kau adalah takdir, sungguh aku ingin, tapi tidak. Asaku mengingatkan bahwa kau adalah tamu yang cukup ku tawarkan segelas air, bukan sekeping hati.

Bisakah selagi lagi kupinta, pergilah tanpa perlu aku tahu kemana dirimu kan berlalu. Agar rasa yang terlanjur tumbuh itu mati, mati tanpa harus menangisimu.



Tangerang Selatan, 18 Juli 2018
-Renee Usshy-

Kamis, 31 Mei 2018

Harmoni Rindu

Dalam secerca harap bernama kisah, ia menitah seakan mengeja. Pada buaian waktu yang berbisik lirih, menjelma simfoni yang menyentuh hati. Rona pipinya memerah, namun matanya tersampul lemah.

Ia tak bersuara, meski mulut teriak menuntut cerita. "Bisakah sua tanpa perlu meminta?" Seakan menggema, bak gong dalam gua. Ia menjerit, sisakan derai air mata. Yang kini terbiarkan mengalir tanpa cela.

Tetesnya tak pernah berujung, hanya menyisakan sesak yang kini melukai hati. Jemarinya menari di atas meja yang sepi, seakan ketukannya meminta arti. Tapi hanya hening, seorang diri menepis sunyi. Oh Duhai ....

Bisakah rasa, tak pernah menggebu, sama seperti sebelumnya. Kala hadirnya tanpa pernah diminta. Lalu mengapa perginya, menyisakan bekas yang tak dapat dimengerti artinya. Bisakah hanya biasa saja, tanpa cela kecewa yang mengendap sesakkan dada.

Sebuah asa kini benar-benar mati, meninggalkan memori pada palung hati. Bisakah ia merasakan, bahwa jeritan itu terus mengiang di daun telinganya. Matanya sendu berpura-pura bahagia, seakan menyusun rencana yang sungguh paripurna. 

Haruskah berakhir sebuah penantian, setelah lara meringis sendu untuk kesekian. Pilu, menyayat sendu pada kidung kebekuan. Sampai kapan harus tangisi rindu yang tak berbalas?


#ProsaLiris

Sabtu, 19 Mei 2018

Rangkuman The Amazing Canary Series

The Amazing Canary Series merupakan kumpulan kisah-kisah imajinatif dari hewan-hewan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sebuah buku yang sangat menarik dan mengandung nilai-nilai moral, baik untuk pendidikan karakter anak-anak.

Dalam sebuah film, The Amazing Canary Series ini terangkum dalam sebuah film “Pada Zaman Dahalu” yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta.

Cerita yang ditampilkan dalam buku ini, tidak hanya sebagi media untuk melatih anak-anak terampil dalam membaca, namun juga mengajarkan akhlak atau perilaku yang baik.

Duabelas cerita yang dimulai dengan ‘Angsa berleher Panjang, Gajah bermata Kecil, Musang dan Ayam Jantan, Ular tidak Berkaki, Kelinci berekor Pendek, Ayam selalu Mengais, Bangau berbadan Kurus, Burung berwarna-warni, Semut berpinggang Ramping, Tempurung Kura-kura Retak, Kelelawar terbang Malam, dan terakhir ada Gagak berbulu Hitam’.

Duabelas cerita yang dikemas dengan bahasa yang sederhana, tertulis dengan 2 bahasa. Inggris dan Indonesia. Duabelas cerita yang dapat ditauladani pada setiap pesan  moral yang ingin disampaikan.

Misal pada cerita Semut berpinggang Ramping, tersabab hujan lebat yang tak kunjung reda yang akhirnya menyebabkan banjir. menyebabkan para rakyat dan raja semut berpindah pada tempat yang lebih tinggi dengan hanya membawa perbekalan yang dapat dibawa secara minim. Namun hujan terus turun, tak kunjung surut. Sementara persediaan makanan semakin menipis, akhirnya sang raja semut memiliki ide untuk mengikat pinggangnya dengan seutas tali berharap dapat menahan rasa laparnya, lalu teratasi. Ketika banjir telah surut, para rakyat semut dan sang raja membuka seutas tali dipinggangnya, yang membuat semua semut terkaget karena pinggangnya ramping.
 
Namun, apa yang dikatakan sang raja ketika rakyat semut bertanya mengapa pinggangnya ramping? Ia  menjawab, “Just accept it as our fate. Let our waist be like as long as we can survive the flood.” Iya, iya menjawab bahwa ini adalah takdir, tak mengapa pinggangnya menjadi ramping asal selamat dari banjir.

Dari sini kita tahu, mengapa semut berpinggang ramping, dan pesan moralnya adalah suatu masalah  dapat kita atasi jika menggunakan akal pikiran.

Untuk kamu, iya kamu. Buku ini mengajarkan bahwa semua masalah memiliki jalan keluar, dan setiap keputusan yang di ambil selalu memiliki resiko, dan sebuah resiko tergantung pada kalian yang ingin menerima atau justru sebaliknya.


Sekali lagi, kita hanya perlu membuka mata, meresapi dan memandang dengan terus berhusnudzhon. Sebagaimana Al Qur`an mengajarkan, Wa laa tai’su, janganlah berputus asa. [QS. 12:87]. Laa yukallifullaaha nafsan illaa wus`ahaa, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [QS. 2:286]

Salaam Literasi!

Bila Menulis adalah Membaca



Menulis adalah meremajakan otak. Membiasakan diri dalam hal ini dapat membangun kreatifitas dan kinerja otak menjadi prima. Tersabab otak menjadi produktif. Untuk sebagaian orang, menulis adalah sebuah pekerjaan, dan sebagian yang lain, menulis adalah hobi. Apapun alasannya, menulis adalah kinerja yang baik.

Maka wajar, apabila orang-orang yang mendedikasikan diri dalam sebuah tulisan memiliki tingkat kreatifitas yag tinggi. Literasi yang tinggi yang tentu diimbangi dengan kegiatan membaca. Sebab seorang literasi sejati adalah ia yang mencerna teori dengan membaca lalu mengembangkannya dengan menulis.

Bila menulis adalah membaca, maka kreatifitas adalah kesungguhan. Adalah kepintaran, adalah wawasan. Dengan membaca kita mendapat informasi baru, namun dengan menulis adalah mengunjungi tempat baru. Maka tempat takkan terdeteksi tanpa ada sebuauh informasi. Sebagaimana menulis tanpa membaca, akan menjadi buta.

Najwa Shihab, terkenal tersabab sikap kritisnya terhadap situasi dan kondisi. Mengapa demikian? Sebab ia pandai berliterasi, maka wajar ia ditetapkan menjadi Duta Literasi. Maka demikian pula dengan seorang penulis, penulis yang pandai membaca adalah warisan literasi. Penerus dan pejuang literasi.

Hal yang membuat saya sedih adalah tingkat literasi masyarat Indonesia, menurut Study Central Connecticut State University yang berbasis di Amerika Serikat, menduduki peringkat kedua paling bawah, 60 dari 61 negara. Oleh sebab itu, komunitas One Day One Post (ODOP) menggagas kegiatan membaca ini dalam bentuk Reading Challenge ODOP (RCO). Sebuah kegiatan tantangan membaca. Yang mana kegiatan ini terbuka secara umum –untuk semua tingkatan ODOP-, di awali dengan standard paling mudah, membaca minimal halaman yang sudah ditentukan para Penanggung jawab atau biasa disebut PJ.

Hingga naik tingkatan, naik pula tantangan. Semakin naik maka akan semakin terasa tantangannya. Baik secara teori atau pun praktik. Terciptanya RCO ini, tak lain tak bukan demi untuk kelangsungan lancarnya menulis, membuat tulisan lebih berkualitas, untuk menyerap ilmu-ilmu baru yang dibaca hingga diplementasikan pada sebuah tulisan. Mendidik para penulis bersikap kritis, dan berwawasan luas. Sayangnya, saat ini RCO hanya sebuah kelas lanjutan sekaligus kelas pilihan setelah dinyatakan lulus ngeODOP. Semoga next season, kelas ini dapat masuk pada kelas awal, yang kemudian disesuaikan.

Reading challenge ini benar-benar mengembalikan moody saya, secara garis statistic menjaga minat baca saya, kelak nanti saya dapat berbagi kepada mereka dan mengatakan bahwa membaca memang membuka jendela dunia. Menjadi penerus literasi dan dapat memajukan bangsa. Bersama komunitas ini, menggenggam teguh menjadi penerus bangsa dengan meningkatkan minat baca.

You are what you read! Yah, membaca akan menentukan diri kita, apa yang kita bicarakan dan apa yang kita lakukan.

Tetaplah membaca, dan salam Literasi!



#OneDayOnePost #RC-ODOP

Sabtu, 05 Mei 2018

Resensi Film vs Novel : Negeri 5 Menara

Hasil gambar untuk negeri 5 menara

Sumber Gambar : Gramedia.com

“MAN JADDA WA JADDA, siapa yang bersungguh-sungguh ia akan berhasil.”

Tagline yang tak asing lagi didengar, baik secara arti maupun harfiah. Sepotong kalimat yang akhirnya menjadi booming bersamaan tenarnya baik dalam film ataupun buku berjudul Negeri 5 Menara.

Sebuah buku dari trilogy Ranah 3 Warna dan Rantau 1 Muara. Yang ditulis oleh Ahmad Fuadi, pria kelahiran Danau Maninjau, yang tak jauh dari kampung Buya Hamka.

Judul                           : Negeri 5 menara
Pengarang                   : Ahmad Fuadi
Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit                 : Tahun 2009
Jumlah halaman           : XII + 423 halaman

Sebuah Novel fiksi yang dibalut begitu epic dan religi. Perjalanan 6 orang sahabat yang berbeda pemikiran, mimpi juga daerah, yang diketemukan dalam sebuah tempat bernama Pondok Madani. 6 orang yang kemudian disebut sebagai Shohibul Menara. Karena kegemarannya duduk di bawah menara Pondok Madani.

Keenam tokoh tersebut adalah Alif Fikri yang berasal dari Padang, Atang yang berasal dari Bandung, Raja dari Medan, Dulmajid yang berasal dari daerah Sumenep, Said dari kota Mojokerto, dan terakhir Baso yang berasal dari sebuah daerah di Sulawesi Selatan bernama Gowa.

Di awali cerita tentang Alif Fikri sebagai tokoh utama yang telah berhasil menjadi wartawan di Washington DC. Cerita berawal ketika ia mendapatkan pesan dari teman lamanya yang bernama Atang yang telah menjadi orang sukses di Kairo. Ketika mendapatkan pesan tersebut, Alif teringat akan masa lalunya di Maninjau dan Pesantren Madani bersama teman temannya.

Pada bab berikutnya menceritakan bagaimana Alif yang tidak berani menolak permintaan ibunya walaupun hatinya meronta mahu menyertai bidang impiannya bersama sahabatnya, Randai, untuk masuk sekolah SMA.
Dalam setiap bab pada novel ini, seperti membaca satu episode. Sebab peristiwa yang terperinci juga diskripsi yang tajam. Sebuah novel yang mengangkat isu pendidikan, memberi wawasan terhadap penilaian pesantren yang orang bilang bahwa orang keluaran pondok hanya akan menjadi pemuka agama. Dalam novel ini, justru adalah pembantahan daripada itu.

Sebuah novel sederhana yang jujur, sebab mengangkat institusi sekolah agama ke kancah yang lebih tinggi, maka wajar apabila novel ini mendapatkan penghargaan Nominasi Khatulistiwa Award 2010 dan Penulis Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugerah Pembaca Indonesia. Buku ini pun tercetakk sebanyak 170000 eksemplar hanya dalam kurun waktu 2 pekan.

Dari buku ini, kita akan dibawa pada suasana pondok dalam segala aktifitas yang tentu bukan berkesan pada fisikal tetapi pada hati. Sebuah perjalanan tentang sebuah keikhlasan baik belajar maupun mengajar. Sangat memberi aura positif juga membuka mindset, baik dari segi film ataupun buku. Pada sisi buku, kita akan di ajak pada gaya kepenulisan sang penulis dengan bahasa daerahnya.


This is recommended for you!

Rabu, 02 Mei 2018

Pembuka Islam di Tanah Persia

Hasil gambar untuk pembuka islam di tanah persia

Saat ini, istilah Persia sering merujuk kepada Iran; Persia digunakan untuk isu sejarah dan kebudayaan, dan Iran digunakan untuk isu politik. Bangsa yang kemudian hari mempoklamirkan diri sebagai Republik Islam Iran.

            Dari buku karya Dr. Abdul Aziz bin Abdullah al-Humaidi, kita akan tahu bagaimana islam berkembang di Persia, hingga kisah para mujahid yang berjuang di jalanNya demi mengakkan Islam. Sedikit gambaran seperti berikut ini;

Isyarat Rasulullah s.a.w. akan wafat dan terpilihnya Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pengganti.

Rasulullah s.a.w. telah menunaikan amanah risalahnya yang harus di sampaikan kepada umat manusia. Kemudian, Allah memberi pilihan; apakah ingin tetap berada di dunia hingga masa tertentu atau segera berjumpa dengan Allah SWT. Sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhori dari Sais al-Khudri r.a, dia berkata, “Rasulullah s.a.w berkhotbah dihadapan manusia. Beliau berkata, ‘Allah telah memberi pilihan pada seorang HambaNya anata dunia (sementara) ataukah, degera dapat menemuiNya, hamba itu lalu memilih segera berjumpa kepada Allah.”

Mendengar hal itu Abu Bakar menangis, orang-orang pun kaget dengan tangisnya. Abu Bakar menangis karena dia paha dan sadar bahwa hamba yang disebutkan oleh Nabi tersebut adalah Rasulullah saw sendiri. Kemudian Rasulullah saw melanjutkan, ‘Sesungguhnya seorang yang memberi rasa aman bagiku dalam persahaban atau harta adalah Abu Bakar. Seandainya aku diberi kekasih selain Tuhanku, maka akan aku pilih Abu Bakar, tetapi cukuplah dalam persahabatan dan kasih saynag dalam islam. Sungguh, tidak ada pintu masjid yang tertutup, kecuali, pintu Abu Bakar (selalu terbuka).’”(HR. Bukhori)

Pesan itulah yang kemudian mejadi pijakan para sahabat untuk meneguhkan Abu Bakar sebagai pengganti beliau sepeninggalnya. Yang kemudian semua orang berbaiat kepada Beliau setelah sebelumnya dilakukan baiat kepadanya di dalam Tsaqifah Bani Sa`idah.

Setelah Rasulullah saw wafat, Abu Bakar berkeinginan melanjutkan apa yang menjadi cita-cita beliau, meski tak mudah memutuskan pemberangkatan pasukan Usamah menyerbu Romawi karena baru saja ada sedikit perselisihan terkait pengganti Rasulullah di kalangan Anshar. Namun, usulan muncul dari Urwah bin Zubair untuk segera mengirimkan pasukan Usamah –mellihat banyaknya terjadi aksi murtad suku-suku Arab ditambah lagi munculnya kaum munafik. Musailamah al-Kadzab dan Thulaihah al-Asadi adalah contohnya. Pada masa ini, akhirnya kaum murtad pun mampu diperangi. Pertempuran massif yang digagas oleh Abu Bakar r.a menuai prestasi. Islam menjadi agama yang besar dan dianut pleh penduduk semenanjung Arab.

Pengorbanan dan kepahlawanan yang dilakukan para sahabat dalam melawan kaum murtad telah menjadikan kabilah-kabilah Arab tunduk pada pemerintahan islam. Kemudian misi selanjutnya adalah menyebarkan islam ke daerah yang lebih luas dan menghapus pemerintahan yang  masih dinaungi system jahiliyah.

Umat islam sukses mencapai kegemilangan dalam pemerintahan Abu Bakar dalam waktu kurang dari 1 setengah tahun, msaa yang cepat dan sulit diraih umat-umat lainnya. Tentu, itu semua berkat pertolongan Allah. Selain keteguhan Abu Bakar dan komandan-komandannya yang tangkas. Seandainya jihad itu tidak digelorakan olehnya, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada suku-suku dan kabilah-kabilah itu. tentu, mereka akan kembali kepada masa jahiliyah dan salling berperang.

Pentingnya mengenal sejarah.

Dari sini kita akan tahu bahwa proses tidak pernah mengkhianati hasil, sebagaimana ketangguhan pada sahabat dalam memerangi kaum murtad yang akhirnya menjadikan semenanjung Arab tunduk  pada pemerintahan Islam. Jika tanpa Abu Bakar, maka tidak menjadi jaminan bahwa negeri ini pun menjadi negeri yang murtad. Na`udzubillah.


#tugasRCO3
#Tugas1level3

#OneDayOnePost

Kamis, 19 April 2018

Secarik Kertas

Aku termangu, hampir tak bergeming. Di sisi sebelah bola mata kananku nampak seseorang berdiri. Tak menoleh, dingin, senyap, hanya semilir angin dan hembusannya menyapa tubuh ini. Aku pun diam tak bersuara, tak sedikit pun menggubris.

Beberapa waktu kemudian, aku pergi ke toilet. Lampu tetiba redup dan mati, “Mah, mati listrik, ya?” teriakku dari dapur dekat toilet. Namun, aku tetap meneruskan masuk ke kamar mandi dalam keadaan gelap.

Seperti helaan napas panjang, menyisir leherku. Aku masih berfikir positif itu hanya cuaca, sebab diluar memang sedang hujan. Akhirnya keluar, segera menelusuri lorong rumah yang gelap, sedikit cahaya terang di ruang tamu menyilau ke arahku. Sentuhan jemari pada bahuku mengangetkanku yang tengah merangkak jalan dalam kegelapan.

Saat kumenoleh arah belakang, nihil. Hanya gelap, aku lalu berlari. “Mah, si Aa barusan kebelakang, ya?”

Mamah  tersenyum, ekspresi wajahnya datar, tak menimbulkan kecurigaan sedang menjahiliku. “Aa kan sejak ba`da isya tadi udah tidur, Neng.” Mama menjelaskan.

Aku terdiam, tak memberitahu siapa yang menyentuh bahuku dalam gelap itu. Sementara di rumah, hanya ada Mamah, si Aa, si Teteh sama Aku, dan teteh sedang membaca baku di dekat lilin yang dinyalakan mamah.
***
Suatu hari Kamis malam Jum`at kala itu.

Aku pergi ngampus. Jarak kostan dan kampusku sekitar 15 km. dengan kondisi yang sangat lelah, aku tetap masuk kuliah malam, motor kuparkirkan di lantai 3.

            Aktifitas ngampus berjalan seperti biasa, hanya sedikit lelah dan berat dibahu kananku, sedikit pandangan buram terhalang sesuatu yang kutak tahu itu apa.

            Setelah selesai, aku memilih untuk segera berlalu seperti biasanya. Namun, saat ku menyusuri setiap ruang di lantai 4 dari lorong kampusku itu, tetiba semilir angin dan bebauan seperti bunga menyerbak indera penciumanku, juga perabaku.

            Dinginnya membuat ku kelu, suara ketukan langkah terdengar mengikutiku pelan dari arah belakang, semakin pelan, namun aku dapat merasakan bahwa seseorang berada dibelakangku. Aku acuh, toh ini kampus, bisa saja ada mahasiswa lain yang memang searah denganku.

            Aku menuruni anak tangga, suara kaki terhentak setiap anak tangga itu terdengar nyaring ditelingaku, ku melirik dengan bola mata kiriku ke arah jendela kaca besar yang tepat berada di sisi kiri tangga.

            Astaga, aku tersontak, kakiku menjadi gemetar, keringat dingin meluncur dari dahiku dengan derasnya. Seorang wanita paruh bayu, bajunya compang-camping, rambut putih berubannya dibiarkan berderai begitu saja, jalannya membungkuk.

            Aku masih terus berjalan, kudapati seseorang lelaki muda berdiri sedikit mematung di dekat pintu toilet. Hingga akhirnya aku memilih mempercepat laju jalanku, pintu keluar menuju tempat parkir sudah dapat kulihat. Tapi tunggu, bayangan itu menyeringai tajam di kaca pintu.

            Menangis, air matanya merah, iya merah, itu darah. Dan kudapati wanita paruh baya itu hilang, bersama lelaki yang mematung, yang kusadari dia berwajah datar.
***
Kepalaku tenang sejenak.

“Mungkin hanya kurang tidur saja.” Gumamku selepas kupergi dari lantai parkir gedung kampus itu.

Sepanjang jala provinsi yang kulewati, badankku mulai terasa berat, mataku ngantuk tak kuat. Malam itu jalanan agak sepi, “Rik ….” Teriak seseorang dibelakang, aku menoleh ke arah kedua spionku secara bergantian, dan mulai mengurangi kecepatan.

Namun, ketika kumenoleh, tak kudapati seseorang yang memanggilku. Kembali kulanjutkan laju motorku kencang, kali ini suara itu terdengar kembali, suara amat kencang, “Rik ….” Lalu kemudian aku memilih berhenti, untuk sekedar menolehnya atau menunggu, tepat di depan Rumah Sakit Vitalaya.

Setelah beberapa waktu menunggu, aku menyadari sesuatu yang ganjal  telah terjadi, kali ketiga dan kali keempat, suara itu terus bergema bermain di sisi telingaku. Sesekali suara rintihan, sesekali yang lain suara teriakan, terkadang bahakan tawa menyeringai kencang di telinga.

Badanku mulai panas, air mataku deras jatuh dipipi membasahi masker yang kukenakan, suara itu tak  bisa kuenyahkan dengan doa. Aku terus berdoa dalam tangisku, berharap suara teriakan, rintihan yang kudengar tak terus mengikutiku. Meski secara perlahan berhasil, namun tubuhku yangmenangkap sinyal kelemahan meminta haqnya untuk segera istirahat.
***
Setibanya di rumah.

            Kurebahkan badanku diranjang tidur yang bersprei merah muda. Rasanya semua nyali yang kupunya telah runtuh, aku masih menangis. Suara ditelingaku masih bergema membuat panas.

            Aku memilih meruqyah diriku, selepas penat dan minum dari doa-doa yang kubuat dalam minuman madu hangatku. Sesekali sedikit tenang, setidaknya dapat tertidur.

            Ketika kumulai terlelap dalam pejaman mata, sesuatu bergeretak dibawah ranjangku, “mungkin, sebentar lagi ranjangnya akan runtuh.” Aku berdeham.

            Namun semakin lama, dibiarkan ranjangkku tak berhenti bergetar, malah justru semakin kencang. Lalu aku berinisiatif menengok kolong ranjangku, hatiku berdegup, mencoba mengatur napas, namun nihil.

            Sedikit tenang, lalu kemudian aku memilih melanjutkan tidurku, dan mematikan lampu kamar tidur yang terang itu.

            Suara secarik kertas dirobek, terdengar di ujung kaki ku, sesekali suara bukaan lembar dalam buku, masih setengah sadar aku melirik. Tak ada yang memainkan buku-bukuku, namun saat kukembali melanjutkan tidurku, suara sobekan kertas itu terdengar semakin jelas.

            Saat kukembali melihat, astaga, itu kosong, namun seauatu menyentuh kakiku, iya kakiku. Ia memberi alarm langsung tepat pada jantungku, semakin kencang, semakin tak terkendali, aku menggigil di atas ranjang kamar tidur.

            Aku menarik selimut, hendak menguburkan kepalaku didalamnya, kakiku sudah bersiap meringkuk, tapi tidak, kurasa sepasang tangan menyentuh pergelangan kaki. Aku menendang kaki itu, dan … bruuuuug. Kurasa sesuatu terjatuh, dan aku benar-benar merasakan sesuatu yang kutendang itu berwujud, tapi siapa? Bahkan rumah itu pun hanya ada aku seorang.
***
Keesokan paginya.

            Saat aku dapat terbangun dari tidur, kudapati kamarku berantakan dengan sobekan kertas dimana-mana. Kutarik secarik kertas didekatnya, setelah kemudian ekor mataku mendapati wanita remaja sepertiku tengah duduk didepan kursi tatarias sambil menyisir halus rambutnya yang panjang. Kubuka kertas itu bertulis,

“Hai”


_______________________
Untuk memenuhi tugas tantangan RCO #3 tentang tokoh yang menarik hati dari buku yang dibaca. Aku memilih dari  buku Nightmare Side, pilih yang tidak kebanyakan orang pilih, dan bisa disimpulkan siapa yang kutulis, bukan?

Ini based story dari ceritaku. Big thanks buat Kak Alfian Batch 4, yang udah ngasih lengkap buku Nightmare Side sampai seri 3 ini. Sekarang saat kutulis ini, asap rokok mengepul di seberang meja kerjaku, ruangan 3 x 8 meter yang kutempati seorang diri ini mengeluarkan suara bising. Lalu dibalik kepulan itu, tersenyum menyeringai dengan rahang yang sangat lebar.

#OneDayOnePost
#TantanganRCO3
#Fiksi
#NightmareSide


Kamis, 12 April 2018

Berkenalan dengan Gadis Teratai


Kali ini kukembali mendapatkan tantangan review. Sesungguhnya, aku tak pandai me-review, makanya kuambil kelas lanjutan, fiksi.

But, kali ini berbeda. Tidak review seperti biasanya, soal makanan, buku, tempat atau produk lain. Challenge kali ini adalah me-review sebuah blog. Waw, bukan? Bagaimana aku memulainya?

“Ooouh,” seketika aku menarik napas panjang. Baiklah, kita mulai.

Mendapatkan kesempatan mereview blog dari kelas Reading Challeng ODOP (RCO), dan jatah saya me-review blog dengan nama “Serba-serbiCoretan si Bunga Teratai”.

Pemilik blog dengan nama asli, Ake Aulia Fitriana ini merupakan salah satu anggota ODOP batch 5 yang masih dalam kelas lanjutan, Fiksi. Gadis yang kini kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga ini sangat pandai mengambil tema ide tulisan dari kejadian sehari-hari.

Tulisannya yang sederhana, dan sangat mengalir namun terasa hidup. Anda juga bisa menemukan keluwesan dia bercerita dalam tulisannya, terpampang saat mengungkapkan alasannya mengikuti program RCO.

Blog yang mobile friendly membantu saya lebih nyaman, tapi sedikit sayang … ketika dibuka dalam versi web, mataku silau menerima background kotak-kotak pada web blognya. Maklum lah, mataku silinder besar. Tidak bisa menerima sesuatu yang kontras yang berujung pada sakitnya mata. Jika dibuat hanya background polos dengan warana senada, akan terasa lebih nyaman dimataku.


Untuk Kak Ake, semoga berkenan celoteh mata empat ini tentang blogmu ya, Kak. Terus berkarya, dan lanjutkan mimpi. Anda juga bisa menemui dia di akun Facebook bernama Teratai. Iya, dia seorang gadis yang mencintai teratai, ia, gadis teratai. Mungkin, ku menyimpulkan. 



#OneDayOnePost
#ReadingChallengeODOP
#TantanganBonus
#ReviewBlog

Senin, 09 April 2018

Come Back Reading Challenge ODOP


Hi hi hi … lama tak jumpa di blogku yang hampir punah ini. Hikshiks
Tepat sebulan, tak ada tulisan.
Tapi, okelah lupakan.

Well, aku cuma mau bilang “Hi, come back RCO ….” J Tahu `kan RCO apa?
Yupps, Reading Challenge ODOP. Sebuah kegiatan tantangan membaca dari One Day One Post. Aku mengikuti kegiatan ini untuk kali kedua, bukan tanpa alasan;
1.      Menantang diri sendiri.
Aku suka sekali tantangan, berada di luar zona nyaman itu perlu. Sebab, dengan begitu kita bisa tahu seberapa jauh kemampuan kita juga dapat memilah minat untuk akhirnya difokuskan, kita juga bisa lihat statistik perkembangannya. (Matematika banget gak sih … K)
2.      Sebab suka menulis.
RCO ini pada dasarnya memupuk setiap peserta untuk menjadi kutu buku. Bukan kutu yang makanin lembarannya ya. Kenapa demikian? Karena tantangan membaca ini merupakan salah satu kegiatan dibawah kegiatan menulis One Day One Post. Membaca dan menulis, dua hal yang berbeda namun tak bisa dilepas. Semakin banyak baca, maka kita kan semakin tahu perkembangan dalam menulis. Selain pada point pertama, juga semakin banyak kata benda/kata kerja maupun kata-kata baru yang didapat. Seperti penyair bilang, taman tanpa bunga ataupun sayur tanpa garam. Akan hambar jika menulis pun tanpa diiringi membaca.
3.      Menebus kegagalan.
Lho kok? Huhuhu. Rasanya ingin nangis. Sudah kubilang aku ikut RCO ini untuk kali kedua, saat kesempatan pertama gagal karena terlalu padat kegiatan yang akhirnya menjadikanku lebih sering absen ketimbang isi laporan, meski setiap hari membaca. Tapi beruntung, aku dapat kesempatan kedua berharap bisa tuntas untuk menembus kegagalan. Hhuhu.
Sebelumnya, aku juga udah pernah tulis alasan ikut RCO sebelumnya, disini “klik disini”. Tetapi, berhubung ini kali kedua, maka tetap kutuliskan demi memenuhi tantangan pada tingkat pertama.

Semoga Mas, dan Mba Pije berkenan tinggalkan jejaknya dimari. :D

#OneDayOnePost
#ReadingChallangeODOP3

Kamis, 08 Maret 2018

Riak Menuntas Temu

Hasil gambar untuk kopdar akbar ODOP Jogja
sumber gambar: One Day One Post


Pada itungan waktu yang melerai, pijakan langkah bergumam hingga mengutip ejaan. “Nanti bertemu.” Ucapmu kemudian. Sementara  diriku masih dalam situasi bimbang menentu pilihan.

Kembaliku tarik kalender dimeja belajarku, membuka dan mencocokan kembali setiap bilangan angka yang tertera. “Adakah temu benar adanya?” aku bergumam seolah nyata tak berkemungkinan.

Detik menghitung rasa, yang kini kian menggema. Mendekat tepat pada hitungan yang dirasa semakin benar. Maya semakin menyiksa kala cumbu semakin mesra. Kuputuskan memilih dan ikut.

 ***

Yogya. 3-4 Maret 2018

Adalah saksi bahwa sapa adalah benar, bahwa rindu tak pernah salah dan bahwa temu adalah nyata adanya. Sosok-sosok yang dikenal melalui maya, dengan begitu mesra dan sebegitu perhatian hanya karena sebuah tulisan. Benar, hanya tulisan. Kini kutatap mereka dengan pasti, sapa yang biasa bertegur ‘Hai’ dengan emoticon senyum pun berubah nyata dengan saling sapa dan tak lupa berjabat.

Haru dan tak percaya hampir merajai ingatanku, seperti sebelumnya kukatakan ketidakkemungkinan tuk bersua. Namun rindu menggema, menjelma riak menuntas temu. Seperti kehilangan yang menunggu kehadiran.

Pantai Indrayanti

Stasiun lempuyangan, sebagai pengantar bahwa temu terjadi. Tak berpandang tentang senioritas maupun junioritas, tak berpilih menentu temu. Pantai Indrayanti dan bukit Pantai Krakal, permulaan bahwa dekat tak berarti sering bertemu. Namun, tulisan mencipta penulisnya mengikat rindu yang semakin menggebu.

Tempat penginapan

Griya Langenstran, tempat sua bercumbu itu benar. Kucoba meyakinkan diri, namun sentuhan jemari pada sisi kulit yang sensitive ini menyadarkan bahwa jumpa adalah benar. Tawa yang biasa hanya sekedar tulisan Hahaha di layar ponsel, berubah menjadi bahakan tawa yang menyirai mata. Bibir tersungging hingga ke ujungnya, menyimpit mata yang semakin terlihat mengecil.

Apakah kutersudut?

Tidak. Tidak sama sekali. Bahkan mereka seperti keluarga, canggung yang biasanya menjadi andalan sebuah pertemuan, tetiba ia hilang, raib dimakan rindu.

Yogya, riak menuntas temu pada asa berwarna kelabu. Semoga semangat tetap menggebu, seperti rindu  yang ingin selalu bertemu.

***

Terimakasih untuk segenap panitia. Pak Suparto dan Mbak Hiday selaku penasihat One Day One Post (ODOP) dibawah Bang Syaiha sebagai Founder yang menggagas komunitas menulis yang sekeren tanpa biaya apapun. Kepada Kang Heru yang jauh-jauh dari Jawa Timur sebagai ketua umum ODOP periode I, dan kepada Mas muda, MS. Wijaya sebagai ketua umum periode II yang menjabat hingga tahun sekarang.

Kepada Uni Riesa dari Batch 1 yang hampir gagal ikut kopdar akbar ini, Aa gilang yang suka komedi dari Batch 2, ada Kak Ciani batch 2 yang banyak orang bilang sikembarnya Renee, Mba Sakifah batch 2 yang sudah bersedia menampung acara ini, ada Bunda Juni batch 2 sebagai sponsor tempat penginapan (hihihi), Bunda Tita batch 3 yang sudah menyuguhi aneka kue-kue meski pizza-nya gak kebagian. :’( ada Mba Nova batch 3 sekaligus Pije kelas non-fiksi yang ketje, Mba Mabruroh batch 3 salah satu Pije batch 4 yang kalem, ada Iput batch 3 ragil yang suka bikin rame grup, ada Mr. Baper Kakek Pazli eh Kak Fadhli :D batch 3 yang langganan juara lomba Puisi, ada Mas Rouf batch 3 yang membuka acara dengan tilawatil qur`an surah Ar-Rahman, 15 ayat.

Dan yang tak disangka ada Mas Wakhid atau Mas Suden batch 4 yang ternyata pendiem sekali berbeda dengan maya yang kadang agak gimana gitu. Wkwkwk. Ada Mba Widyanua batch 4 yang sudah menyerahkan anak-anaknya dalam pemantaun Pak Suami demi “Me Time”nya bersama ODOP. Hihihi. Ada A Alfian, siputih nyunda yang cadel hihihi, ada Lutfi batch 4 yang biasa dikenal sebagai  kaki tangannya Pak Founder sebab muridnya di Pesantren Rumah Muda Indonesia dan sebagai mimin ODOP hihi, ada Mas Muhammad batch 4, Adik kandung Mba Sakifah yang sudah bersedia wara-wiri di Yogya, dan ada saya, Renee batch 4 yang nemuin kembaran. Hahaha.

Ada pula Pakde Walimin batch 5, sebagai penengah. Mba Leska batch 5 yang lagi pengen bisa puisi agar bisa gombalin suaminya, katanya. Dan ada Anik batch 5, yang ternyata anak didiknya Mas Rouf. Tiga perseta bacth 5 ini masih dalam proses kelas yang masih sisa sekitar tiga pekan lagi.

Dan tak lupa untuk Mba Tea-tea batch 4 yang sudah berkenan mensponsori souvenir kopdar, meski yang bersangkutan belum bisa ikut menghadiri. Mug cantik yang menemani kopi pagi hari. Ngopi apa ngopi, diem-diem bae. Hahaha.

Dokumen foto dari Mas Suden

Terimakasih untuk semua yang sudah hadir, maaf jika ada kesalahan penyebutan nama dan angkatan. Semoga rindu tetap tercipta, agar sua semakin bermakna.

Kuakhiri kisah gagal move on ini dari Quote, Pak Suparto:

“Teruslah membaca dan menulis untuk menginspirasi.”


Sampai bertemu kembali dikopdar akbar selanjutnya. Insyaa Allah.

#KopdarAkbarODOP1
#OneDayOnePost

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...