Sabtu, 24 Februari 2018

Peraduan Rindu Tak Bertuan


Jingga berwarna pada cakrawala senja menyapa, kala lara pada duka tak bertapa. Semenjak kehadiran datang menyamai tahta pada bahtera derita tak bernyawa.

Seonggok hati berbalut keruh ati empedu, mengotori dindingnya yang masih merah muda. Kini, tertutup lumur darah yang pekat. Cokelat memikat, menarik mata pada pilahan belahnya yang hampa.

Balur rindu menggebu kala jemari bertemu saling mengadu. Diperaduan menengadah, gebukan rasa tuntaskan kisah. Satu nama menghampiri, bak harmoni pada titah sang Ilahi Rabbi.

Sendu menepi pada singgasana wahai diri, terbalut emosi akan sakit yang memenjarakan hati. Terpenjara sunyi, sepi, pada abadi cerita sang Ilahi. Menanti pasti dari rundung yang keji.

Bertutur manja tepiskan derita, kisah cinta terbilang hampa. Menggoda diri dari sepi yang kian menyiksa dari sapa sang mahkota raja. Bersama menuntaskan, segenap asa yang berTuhan, pada diri dalam alunan peraduan rindu tak bertuan.



#OneDayOnePost
#ProsaLiris
#MasihTentangRinduTakBertepi

23 komentar:

  1. Oh ... dewata! Akankah aku menanggung sendirian ini?

    BalasHapus
  2. Renรฉ pandai banget bikin prolis
    Keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mkasih mba :)
      Tak sepandai para mastah ko ๐Ÿ™ˆ

      Hapus
  3. Kalau ini masuk kategori prosa Kak?

    BalasHapus
  4. Ini termasuk prosa ya Kak? Diksinya sangat indah, saya pikir puisi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya maak,
      Perbendaharaan prosa lebih luas dari puisi. Bedanya memang tipis,

      Hapus
  5. Kurasakan betapa merindunya, tapi kepada siapa sesungguhnya teruntuk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rindu memang berat pak,
      Kepada dia, iya dia ๐Ÿ˜…

      Hapus
  6. Duh..rindu..
    Keren banget mbk diksinya..
    Suka๐Ÿ˜

    BalasHapus
    Balasan
    1. RInduuu rindu serindu rindunya aaa hahaha
      Mkasihh mba fit :)

      Hapus

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...