Minggu, 04 Februari 2018

Disisi Lain Dunia Sekolah

Board, School, Immediately, Soon, Equal
Sunber gambar: pixabay

Memasuki pekan terakhir dalam 30 Days Writing Challenge membuat saya mengingat kembali cerita-cerita lama. Tantangan yang diberikan tiap hari,  menarik hati saya bernostalgia disana. Terkadang, sendu singgah mengingatnya.


Ya, meski terkadang ku balut fiktif didalamnya. Dengan tema tantangan dunia sekolah, sebenarnya banyak sekali yang bisa ditulis. Namun, ku rasa yang paling berkesan adalah ketika saya duduk dibangku Madrasah Aliyah (MA) sekelas SMA dan sederajatnya.

Bukan tanpa alasan, sebab saya merasa sekolah ini menyimpan sejuta cinta. Meski saya sendiri tak merasakan layaknya sekolah umum dikebanyakan sekolah lainnya.

Saya hanya ingin menuliskan sekelumit sisi lain dalam dunia sekolah. Masa SMA adalah masa-masa dimana diri tengah mencari jati diri, entah dalam pergaulan maupun dalam teori pembelajaran.

Ada yang cenderung pada kebaikan, namun tak sedikit pula justru pada kebalikannya. Bolos memang bukan pillihan saya mengindar dari para guru, sekiller apapun mereka.

Saya pun lebih sering tidur dikelas, dan aktif dipramuka saat kelas satu. Terlalu banyak izin setiap bulannya hanya untuk ikut acara pramuka. Saling tawar menawar, saat ikut olahraga. Dan kami pun, saya dan teman-teman kelas lainnya pun pernah membuat rusuh guru, ngerjain mereka saat mereka ulang tahun.

Kelas 2 SMA, saya off dipramuka dan aktif di OSIS. Permintaan para guru untuk mencalonkan diri saya disana, tak saya ambil. Beralasan karena OSIS perlu conoh yang baik, sementara saya? Ah kurasa tidak. Meskipun dikelas sudah tak lagi tidur. Untuk masalah izin sendiri, saya sampai terlalu sering untuk dipanggil guru keruangannya. Hahaha. Beberapa kali sering izin nulis, untuk mengikuti lomba gambar dan lomba nulis. Meski mentok pada juara harapan tingkat kabupaten.

Kelas 3 SMA, sejarah terparah saya sekolah. Kenapa??

Jika pada umumnya, sekolah hanya datang sebelum bel berbunyi, lalu mengikuti kelas hingga jam yang sudah ditentukan dan  belajar dengan mematuhi tata tertib sekolah. Maka disini saya tegaskan, bahwa saya tak pernah melakukan semua itu.

Berangkat dengan pakai sandal, tiba dikelas dengan headset ditelinga. Bahkan saya dan teman-teman kelas IPA pun terbiasa makan dikelas, kopi dimeja dan beberapa camilan lainnya. Satu guru kimia yang selalu memanjakan, dan mereka selalu memanfaatkan saya untuk kesenangan mereka. Dan jelas tentu, aku senang. Hahaha.

Kapan lagi, ada guru yang mengizinkan anak muridnya makan dikelas. Dan beruntungnya aku, itu hanya berlaku untukku. Bukan tanpa alasan pula, izin yang didapat hanya karena katanya aktif dalam mengikuti pelajarannya.

Makan dikelas rame-rame bareng guru biologi, yang selalu memberikan kami vitamin c setiap hari kamis. Makan karedok setiap hari sabtu bareng guru yang sama pula. Bahkan kami pun pernah membuat rujak didalam kelas, lengkap bersama cobek dan ulekannya. Hahaha.

Belum lagi, jika tidak ada guru. Saya rasa, pasar pindah kedalam kelas saya. Jika ada seorang yang makan permen kaki, maka yang makan harus traktir semua anak kelas, tanpa terkecuali.

Setiap hari rabu, ada istilah keluar yang kami beri nama, Hari Rangin sedunia. Mengapa? Karena setiap hari rabu, kita memborong  makanan ini untuk dimakan bersama-sama. –Rangin, orang Jakarta bilang ini kue pancong, orang Bali bilang ini namanya kue daluman. –

Gambar terkait
Sumber gambara: inikue.com

Sebuah cerita yang tak bisa saya lupa begitu saja. Kini mengingat mereka seperti sebuah keluarga, meskipun demikian, kami tetap mendapat pelajaran selayaknya bersekolah. Mungkin hanya cara kami,  yang tak ditemukan pada sekolah manapun.


*selesai.
#ODOP #Day25 #30DWC
#OneDayOnePost

10 komentar:

  1. Ada saya dan ada aku. Siapakah mereka berdua sebenarnya? Btw, masa remajanya seru juga ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Critanya so asik, jadi kluar dua kata 😁 lagi ngigo yg nulis hahaha
      Mkasih koreksiannya mbae
      Seru bgt dong hahaha
      Mohon jgn ditiru

      Hapus
  2. Saya juga suka kueh pancong
    Hujan-hujan gini jadi pengen makan kue pancong hangat.

    BalasHapus
  3. Pengalamannya seruu juga mbak renèe. Saya juga suka banget kue rangi.kalau d mbak rangin kali ya.. sayang di tasik belum nemu tuh yang jualan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe iya kak Aisy, iya kalo ditempatku namanya rangin,
      emng di tasik blum ada ya?? masa sih??

      Hapus
  4. Ini beneran SMA nya kayak gini? Asyik banget 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak iza, ini SMA ku. seru yah hahha
      murni based story wkwk

      Hapus

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...