Jumat, 29 September 2017

Aku harus Pergi (Part-1)




"Memaafkan berarti...
Membiarkan masa lalu pergi.."
 - Gerald Jampolsky -

Mungkin kamu pernah merasa begitu kecewa, entah itu karna hal sepele ataupun bukan. Seperti, kamu mengikuti lomba dan kamu gagal, bisa karna kau disakiti.

Suatu ketika, aku pernah menemui seorang yang sebut saja namanya Fizi. Entah perasaan semacam apakah kala itu, tiba-tiba hati begitu riangnya terima kahadirannya yang asing. Tubuhnya yang kekar, cakapnya yang lugas seolah mengingatkan bahwa aku membutuhkannya. Hingga tiba, ketika Ia pun mengatakannya: "Maukah dirimu menjadi Pacarku?" Seketika itu, mataku terpejam. Sembari berkata pada diri "Betulkah ini?" Buih-buih perasaan yang kusimpan, sejenak membakar jiwa harap yang berkalut. Aaaah rasanya tak percaya, sosok yang kukagumi itu ternyata juga merasakan yang sama.

Waktu berlalu, ada yang lain dari yang lain pada dirinya. Bukan karna ku tak lagi mempercayainya, tutur katanya yang lembut seolah hanya tertinggal kata, sikapnya yang bijak hanya tinggal seulas senyum mengericit. Aaaah aku kehilangan kekaguman dalam waktu dekat. Ia menjadi orang yang super sibuk, tanpa ada komunikasi tapi penuh tuntutan. Dan aku bertahan disini bersama kesetiaan yang tak lagi dilirik.

Delapan bulan berlalu. Semakin hari, semakin kurasa bedanya.
"Hai sayang, apa kabarmu?" Pesan terkirim.
Dan tiada respon apapun. Pada keesokan harinya.
"Aku Baik" Jawabnya tanpa basa-basi
"Kamu kemana aja? Tidak rindukah denganku??" Balasku dengan cepat.
Sembari menunggunya membalas pesan, aku pergi keluar mencari makan. Tak kusadari pasti, aku melihat sosok yang kukenali berdiri disana. Tepat disebrang jalan pinggir sana, saat semakin mengamati  semakin benar dugaanku. Iyah, dia kekasihku, Fizi. Tapi sedang apa dia disana, terlihat menunggu seseorang. Ketika aku beranjak untuk menghampiri, tiba-tiba...
"Hai yank, kamu nunggu lama yah?"
Sapa seorang wanita yang menghampiri dengan rambut yang dibiarkan terurai, dan dengan senyum yang merekah. Dan disambut dengan senyum hangat yang tak lagi asing untukku.

Langkahku terhenti didepan mereka, entah Ia menyadarinya atau tidak bahwa aku berada disana menyaksikan itu dengan mata kepalaku sendiri. Aku segera berlari tuk pulang dan mengecek pesanku. Benar-benar tidak ada balasan.

Beberapa menit kemudian,
"Maaf sayang, aku ketiduran" Balasnya dengan lembut
Aku mulai terluka kebohongannya. "Kamu beneran tidur?" Tanyaku meminta kejujuran
"Ya iyalah aku tidur, aku baru pulang, aku cape" Balasnya dengan kecut.
"Maaf sudah mengganggu waktumu." Lanjutku dan kusambung matikan HP.

Semakin hari, semakin tersibak kebohongannya. Aku mengerti, mengapa kini Ia selalu tak memiliki waktu untukku bahkan hanya sekedar untuk menanyakan kabarku. Hingga aku menjadi terbiasa tanpa kabarnya, dan tanpa hadirnya.

Bersambung.

Sumber gambar: @dimasharisma

4 komentar:

  1. Balasan
    1. Junjungan cerita atau junjungan apa yah bang? hihihi

      Hapus
  2. Bersyukur mengetahui kebohongannya sebelum menikah..
    Take it easy

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah...
      Lagi belajar bikin fiksi mba hihihi

      Hapus

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...