Diruang makan sebuah rumah,
nampak seorang anak lelaki empat tahunan duduk termenung didepan meja makan.
Membiarkan makanannya dingin, tanpa disentuhnya. “Dimakan dong, Sayang …,” Mamah
Bibo membujuk.
Anak kecil yang bernama Bibo
itu menggelengkan kepalanya. Wajahnya suntuk, tanpa gairah.
Mamah Bibo terheran, ia
mengalihkan pandangan ke arah suaminya meminta bujuk.
“Sayang, kok makanannya gak
dimakan?” Tanya Ayah Bibo, “kamu gak suka, ya?” lanjutnya.
Lagi, ia menggelengkan
kepalanya.
Mamah Bibo mendekat, tepat
duduk disampingnya. “Mamah suapin ya .…”
“Aku nggak mau, Mah.” Ia menjawab dan dengan menggelengkan kepalanya.
“Kenapa, Sayang? Ini mamah
masak ayam goreng kesuakaan kamu.”
“Bibo
kangen sama Bobi, Mah. Biasanya Bibo makan ayam goreng ini bareng Bobi.”
Matanya mulai berkaca, mengingat sang adik.
Mamah
Bibo pun tersadar, sejenak ia terdiam.
Dibelainya
rambut kepala sang anak, didekapnya erat. “Sayang … habis ini kita ke adikmu,
ya. Tapi kamu makan dulu.” Tersenyum sembari tetap mencoba membujuknya makan.
Namun
Bibo masih setengah murung, tetap tidak mau makan.
“Bibo
tahu gak, mamah punya cerita loh …”
“Cerita
apa, Mah?” ia mengangkat sedikit kepalanya.
“Dahulu
… disebuah hutan tinggallah seorang anak kecil dengan sang ibunda,” mamah Bibo
memulai cerita.
“Emang
mereka gak punya rumah ya, Mah? Kok di hutan?” ia menanggapi.
“Nah …
kamu dengerin dulu, kenapa sih kok mereka dihutan.” Mamah Bibo menuturkan.
Bibo mengangguk.
“Mereka tinggal beberapa hari,
tidak menetap. Suata hari kala itu, sang anak merasa lapar, sementara mereka
tidak memiliki bekal ataupun sesuatu yang harus dimakan,” sembari bercerita
mamahnya mulai menyuapi makan sang anak, “anak itu merengek meminta makan. Tetapi
ibunya tak memberinya makan,”
“Kok ibunya jahat sih, Mah. Nanti
dia kesakitan kalo gak makan.” Ia kembali
menanggapi cerita sang mamah, sembari ditelannya makanan yang dimulutnya.
“ibu itu bilang; Nak, kalau kamu mau makan kamu harus cari
sendiri makanan itu, lihat disana ada seekor monyet yang masih kecil tengah
mencari makanannya sendiri. Anak itu menjawab; tidak bu, aku takut. Akhirnya dengan rasa ibanya, ibu itu memutuskan untuk hanya menemaninya
mencari saja, meski dia juga tahu kalau anaknya ini tengah lapar sekali.” Ia terhenti
sejenak, meraih secangkir gelas di posisi kanannya, diberikannya kepada sang
anak untuk di minum, “ditengah ajalan mencari makan, anak itu terhenti. Ia mengeluh
capek, lelah, dan sangat lapar sekali.”
“Ibunya jahat ya, Mah. Kan kasihan,
dia pasti kesakitan. Terus, terus, Mah ….”
“Saat seperti itu, akhirnya
sang ibu mengeluarkan sebungkus roti yang disimpannya dibalik kain bajunya. Diberikan
roti itu, yang ia makan selahap-lahapnya. Kemudian ibu itu berkata; Nak, kamu tahu? Diluar sana masih banyak
orang yang tidak bisa makan seperti apa yang kita makan, bahkan sebagian yang
lain mencari makanan sisa ditempat-tempat sampah yang sudah tidak steril. Memungut
makanan dari tempat kotor hanya karena lapar dan keterbatasan,. Sementara kamu,
kamu diberi kecukupan untuk memperoleh makanan dengan bersih, dengan layak. Tapi
kamu buang-buang makanan itu. Tidak hanya mubadzir, tapi nasi itupun menangis. Menangis
karena kamu udah sia-siakan rezeki yang Allah kasih buat kamu. Akhirnya,
anak kecil itu pun sadar, dan meminta maaf kepada sang ibu lalu berjanji untuk
tidak mengulangi kesalahan yang sama kembali.” Mamah Bibo tersenyum, kembali membelai rambut sang
anak.
“Oh seperti itu, jadi ibunya
baik ya, Mah.”
Ia mengangguk. “Iya, Sayang. Makanya
dari itu, kita jangan menyianyiakan rezeki yang udah Allah kasih buat kita. Karena
diluar sana masih banyak orang yang hidup dalam kekurangan. Kita dikasih lebih
sama Allah untuk berbagi dengan mereka.”
“Iya, Mah. Nanti nasinya,
nangis ya, Mah?”
“Iya.”
Ia kembali meraih sesendok nasi
terakhir dipiringnya. Aaaaam.
“Nah, gitu dong. Dihabisin makannya.”
“Ye, ye … kakak habis makannya.”
Dengan girang ia menjawab.
Sang Ayah pun memandangnya
dengan tersenyum. “Habis ini, kita ke makam
adikmu ya.”
“Siap, Yah.”
Ibunya tersenyum menatap
tingkah sang anak, dalam hatinya kelu mengingat adik Bibo yang sudah tiada.
*selesai
#Day24 #30DWC
#OneDayOnePost.
Bibo jangan telat makan ya, nanti Bibo lapar. Eh sakit perut ....
BalasHapusAhhhh kapan lah aku bisa nulis fiksi begini?
Hayu atuh dibuat mba...
Hapusmasih byk typo yah haha
Oooh adik Bibo sudah di surga ya?
BalasHapusIya mba na, dia sakit.
HapusIni lanjutan crita dongeng untuk bobi.
ajib, pelajaran nya ngena..
BalasHapusEntahlah cekgu, tak pndai berdongeng euh..
Hapussukaa, ada hikmahnyaa :)
BalasHapusNgedongengin diri sendiri sbnernya mh hihihi
BalasHapusNgena banget. Sukaaaaaaa mbak Ren... 😍
BalasHapusMakasihh ka lail 😙
Hapus