sumber gambar: project heal
Sang ibunda pun membelai
rambutnya. “Sayang, ada yang perlu kamu tahu bahwa sebuah persahabatan yang
sejati mengajari kalian untuk saling mengisi dan memaklumi satu sama lain.
Menurunkan ego, meski terkadang salah satunya harus merasakan sakit.” Jelasnya.
“Maksudnya, Mah?” ia mulai tak
paham dengan perkataan sang ibunda.
Mamahnya pun tersenyum. “Sayang,
mamah sebenarnya sudah tahu apa yang terjadi di antara kalian. Tapi mamah
yakin, anak mamah yang satu ini, masih punya hati untuk memberinya kepercayaan
setidaknya izinkan Diana tuk memberi alasannya.”
Ia tercenga, bagaimana mungkin
sang ibunda tahu dalam fikirnya. “Mamah.” Air matanya mulai menetes. “Maafin
kakak.”
“Kamu tak perlu meminta maaf sama
mamah. Yang perlu kamu lakuin sekarang adalah memperbaiki hubungan kalian.”
Jelasnya yang kemudian memegang pipi anaknya.
“Jadi?”
Ibundanya mengangguk. “Tunggu
apalagi?”
Ia pun menyunggingkan bibirnya.
“Boleh, Mah?” tanyanya meminta kepastian.
Ibu Erita pun mengedipkan
matanya.
“Makasih mamah.” Lalau memeluk
erat tubuh sang Mamah dan menciumnya.
“Udah ah. Sana gih cepat-cepat
beresin bajunya.” Jelas sang mamah.
Ia pun segera menuju kamarnya,
mengambil beberapa potongan baju untuk ia bawa menyusul Diana ke Bandung.
***
Bandung.
Setibanya
di Bandung, ia mencari alamat yang dikasih oleh ibu kostnya Diana. Bertanya
sana sini, dengan menggendong tas ranselnya. Seperti orang hilang, nyalinya hampir
membuatnya putus asa mencari alamat tempat tinggal Diana.
Namun kemudian, tekadnya masih kuat
demi memperbaiki hubungannya dengan Diana yang akan mengembalikan lagi hubungan
semua orang.
Tiba-tiba
saat ia berjalan, ia menemui sesorang yang seperti ia mengenalinya. Ia pun
memanggilnya dan ternyata benar, ia adalah sahabatnya Diana.
Diana
pun menolehnya, antara percaya dan tak percaya. Sahabatnya menyusulnya ke
Bandung.
“Lusi!”
jawab ia, yang kemudian berlari menemuinya lalu memeluknya hangat. Suasana haru
terasa, tatkala Lusiana meneteskan air matanya.
“Maafin
aku yah, An. Aku mungkin terlalu egois, sampai aku gak peduli sama alasan
apapun kamu.” Jelas ia dengan sesal.
Sahabatnya
pun menghapus binar air matanya. “Sudahlah Lus, kamu gak salah apa-apa.
Harusnya aku yang minta maaf, karna udah bikin kamu kecewa.”
“Sudahlah,
kita lupakan semuanya mulai sekarang, An. Kamu tak perlu menjelaskkan apa-apa,
Mamah sama Rini sudah ngejelasin semuanya. Maafin aku yah.”
Mereka
pun saling memeluk satu sama lainnya, memberikannya kembali kepercayaan yang
sempat rusak. Saling meminta maaf dan memperbaik hubungannya.
Tak
lupa pula, ia menjelaskan perjalanannya dari Jakarta-Bandung kepada Diana, dan
meminta penjelasannya mengenai alasannya pulang kampung.
Diana
pun menjelaskannya. Kini kedua sahabat itu pun kembali seperti dulu, saling
berbagi dan bercerita.
Epilog.
Jakarta,
satu bulan kemudian.
Dear diary,
Waktu begitu cepat belalu, setelah
terakhir ku menemui Diana di Bandung. Kini aku lebih sering menyendiri namun
tak membuatku merasa seorang diri. Aku mungkin tak lagi menemukan dirimu pada
sosok yang lain. Tapi percayalah Diana, persahabatan kita akan tetap terjalin,
setidaknya meski kita telah terpikat jarak.
Bukan, bukan jarak yang memisahkan kita seperti beberapa kejadian lalu
melainkan jarak antara kota Jakarta dan Bandung kotamu.
Iyah, selepas kamu memutuskan untuk
pindah kuliah di Bandung demi menjaga adik-adikmu dan amanah yang diberi ibumu
selepasnya meninggal, semuanya memang berubah. Sikapku atau hal apapaun
mengenai sikap kekanak-kanakanku. Terimakasih, karna kamu telah mengajarkanku
tentang sebuah sikap yang dewasa dan kesejatian seorang sahabat.
Oh ya Diana. Aku dengar, setelah
menjadi lulusan terbaik dari kampus kita, Kak Handy kini melanjutkan study S2
nya di Ausie, namun begitu ia tetap membantu bisnis keluarga Rini. Sementara
Rini, kabar terakhir yang aku dengar kini ia telah menikah muda. Ia menikah
dengan lelaki bernama Ian, lelaki yang sempat membuatnya kecewa. Namun karena
kesungguhannya melepas belenggu itu, dalam kepasrahannya lelaki itu datang dan
langsung meminangnya. Kini ia kembali ke
Canada mengikuti suaminya, dan melanjutkan kuliahnya disana.
Ah Diana, ada banyak hal yang telah
terjadi dalam sebulan terakhir ini dan kau tak ada disini. Semunya menjadi
berbeda tanpamu dan tanpa Rini. Tapi aku akan mencoba menjalaninya setahap demi
setahap. Seperti kata Rini dulu: Jika sebuah pengharapan mengikis waktumu, maka
biar ikhlas yang terus berjalan mengembalikan harapan itu menjadi lebih baik.
Sebentar lagi libur semesteran tiba,
tunggu aku kembali kesana ya Ana.
Love,
Lusi
Lusiana
pun menutup buku diarynya dan menaruhnya di bagian buku-buku kuliahnya. Sekilas
tatapannya jatuh pada pigura besar berisi foto-foto orang terdekat di hatinya.
Diana, Handy dan juga Rini. Dibelainya satu per satu wajah di dalam pigura itu.
“Terimakasih karena telah mengajarkan aku untuk menurunkan egoku, yang telah
mengajariku banyak hal untuk jauh lebih baik lagi. Love you all!”
Tamat.
Keren....
BalasHapusakhirnya bisa juga ampe ending hehe
Hapus