Rabu, 13 Desember 2017

Dalam Istikharah Cinta

Hasil gambar untuk pergolakan hati
sumber gambar: wattpad





Sudah pantaskah diriku menemui waktu, lalu bersanding dan bergelarkan mimpi semua wanita. Sementara, lidah ini masih mencerca problematika kehidupan, hati ini masih di buat penasaran akan kehidupan di sisi lainnya.

Ku terperosot pada kehampaan pilihan, menemu titik yang keduanya terbayangkan kejenuhan. Jika tak ku ambil salah satunya, maka aku hanya bagian orang-orang yang dipecundangi dunia. 

Ku mencoba meniti langkah, merubah perubahan dengan segenap asa. Terbesit dihati, pendidikan dan karir adalah yang utama. Namun, siapa dapat menjamin akan berjalan dengan begitu mudahnya. Bukan? Bukan ku tak percaya janji-Nya. Hanya saja, aku pun berperasa, hati inginkan lebih.

"Jadi kapan, bawa teman untuk temani main catur di rumah?" tanyanya waktu itu. Aku hanya tertunduk, tersimpul dengan senyuman. Entah sebuah pertanyaan yang serius, atau justru hanya dibingkai senda gurau. "Dengan segera," kataku menjawab.

Namun seiring berjalannya waktu, ku enyahkah semua perasaan. Aku hanya ingin memfokuskan diri, menuntun ilmu dunia dan akhiratku. Insyaa Allah.

Suatu hari, satu demi satu ku terima kabar dari mereka nan jauh. "Alhamdulillah, acara lamarannya lancar. Mohon do'anya, semoga Allah mudahkan sampai hari H." Jelas temanku dengan bahagianya. Aku pun tersenyum, melihat sosok yang dulu ku kenal begitu lugu. Kini ia akan bersanding dengan kekasihnya. "Lalu kapan denganmu?" temanku yang lain berbisik. 

Lagi, aku hanya diam. Sesekali ku jawab dengan gurau. Melewati hari dalam kesendirian jua kebekuan hati, aku menari di atas hati yang hampa untuk satu hal ini. Namun di sisi yang lain, aku menikmati kesendirian dengan semua aktifitasku. 

"Apakah aku waras?" beberapa kali pertanyaan itu terlontar dari bibirku. Entahlah, mengapa aku sendiri mengatakan hal itu. Mungkinkah kisah kelam, mendorong ku untuk tidak mengenalinya. Aaah, ku rasa tidak!. Ataukah, hatiku mati untuk menerima kenyamanan yang selalu di tawarkan? Bibirku pun terkatup rapat, tak peduli.

Sebuah pertolakan menyita hati, ku buang jauh-jauh bayang diri. Hanya cukup ku kejar asa, menggapainya dengan sebegitu mudahnya. Kembali ku enyahkan akan pertanyaan-pertanyaannya. Iyah, aku hanya ingin melerai segala yang terkusut.

Merindu dan inginkan hadirnya bukanlah kesalahan, sebab setiap insan menginginkan hadirnya memberi arti. Meski, hingga kini pun ku masih enggan untuk membukanya dengan begitu mudah. "Nak, kamu tahu temanmu yang dibelakang rumah. Sekarang sudah punya anak." Kini, sebuah pernyataan itu terlontar dari bibir manis orang tercinta.

Oh, mungkin itu kode. Kembali ku enyahkan. Dengan aktifitas yang menyita waktu dan fikirku, kadang menjadi sendiri lebih menyenangkan daripada harus berdua menyatu emosi. Ah, ini bentuk pembelaan diriku menghindari pertanyaan mereka. "Ah umurku masih muda kok." Ku yakini diriku.

Namun apakah untuk bergelarkan demikian, menunggu umur mampu dikatakan cukup. "Apakah usia menjadi batasan?" kembali pertanyaan itu mengahalau fikirku. "Lalu bagaimana dengan mereka, yang tersita usia mudanya untuk bergelarkan istri? Bukankah mereka kehilangan masa mudanya?"

Hatiku bimbang menentu pilihan. "Apakah usiaku ini, sudah pantas bergelar demikian. Sementara, ku masih berkelu kesah akan roda-roda kehidupan yang kini menghantui sepeninggalnya." Keningku berkerut, tanganku menyeka kepala seakan-akan ia akan terjatuh dengan mudahnya. Di sisi lain, meyakini bahwa pantas. Sebab dengan demikian, ku kan terjaga.

Entahlah, sepeninggalnya hatiku sering terhujam dengan pertanyaan yang menyudutkan bahagiaku. "Kapan nikah?" hatiku gusar mendengar pertanyaan itu, namun juga kelu.

Pernah ku buka hati, menerima sosok yang sempat hadir. Namun hanya menawarkan kenyamanan, dengan saling melempar canda tawa. "Bukankah hal itu sudah cukup baik?" fikirku menyapa. Namun, sekali lagi ku katakan itu tidak. Hatiku berbisik meminta yang lain, yang tidak hanya menawarkan namun menjamin.

Kini, ku harap hatiku tak lagi bergolak menentu keduanya. Biarkan ku tenang memilih dalam istikharah cinta bersama-Nya. Meski ku hindari pertanyaan-pertanyaan, biar ku lerai segala yang terkusut agar fikir dan hatiku menyatu dalam kebersamaan rasa serta ibadah-Nya.


Tangerang, 13 Desember 2017

#TantanganODOP
#TemaSehariHari

8 komentar:

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...