Selasa, 12 Desember 2017

Menulis apa ... ?

Hasil gambar untuk pena di atas meja



sumber gambar: px.Here


Tak kutemui kata yang harus kutuliskan terlebih dahulu, dan aku selalu saja dibuatnya dilematis sesaat memulainya. Entah aku benar-benar kehilangan kata-kata, atau justru aku tak punya kerajinan untuk memulainya.


Satu, dua, aku, kamu. Fikirku dalam khayal mencoba berimajinasi. Sementara penaku masih saja menari diatas kanvas putih bergaris. Ia seperti tak bersabar untuk segera mengisi setiap barisnya.



Tanganku luruh, penaku lusuh. Dijapit kebuntuan yang menyeluruh pada kanvas yang tak lagi utuh. Lalu ku remaskan, dan ku buang jauh-jauh. Ku ambilkan yang baru, dengan segenap fikir yang ku buat haru, ku mulai menulisnya. Meski tak kutemui kembali, kata seperti apa untuk memulainya.



"Menulis apa?"

Gumamku pada hati, seolah petanda bahwa kebingungan tengah menghampiri. Tiba-tiba, seseorang hadir dan berbisik mengatakan: "Pergilah keluar, dan lihatlah langit. Kau temui apa yang berada disana?". Aku pun keluar, mataku teralihkan oleh hujan.


Tanpa aba-aba, mata kecilku terpejam, hujan diluar sana memberi aroma yang mengejukkan lalu mengubah fikirku, dan menepis kekhawatiran. Aku dibuai alunan romantisnya, dan didekap erat oleh dinginnya. Bibirku terkatup, merasakan hening dan aura hadirnya.



Rintiknya seperti suaramu, yang menyelinap masuk rongga dadaku. Menggetarkan asa, lalu menaruh senyumnya dibalik derasnya hujan. Ku terbangun pada khayal pejaman mataku, dengan segera ku jumpai dan meraba penaku. Ku tuliskan tentang dirimu, yang merindui hujan, mungkin pula diriku. Ah, biarkan saja ku katakan ini dengan begitu percaya diri. Sebab, dirimu seperti hujan. Tak mampu ku cegah hadirmu, namun ku tak bisa melarangmu, jika pun dirimu harus pergi.



Senyumku menjadi pasi, ku terhenti menulis tentangnya. Penaku pun mulai bergerak, mengetuk-ngetuk meja, tanda bahwa ia mulai kehilangan baitnya. Ku melirik jendela, menatap kearah luar sana dengan sebegitu seksamanya. Terlintas kembali tentangmu, yang hampir usai.



"Pegang keyboard dan menulislah." Katamu kembali berbisik, mengusik lamun. Dengan senyum yang kembali mengapung, segera ku tuntaskan kisahmu. Kini ku tinggalkan pena, memfokuskan diri, didepan layar laptopku sambil sesekali menikmati hadirmu dibalik bayangan cermin yang terpantul. Dan kau masih singgah dengan senyum yang tak lagi asing.



Jemariku tak henti tuk menulis, ia menemukan kata untuk menyelesaikannya. Sambil terus bergumam, "Hanya sebuah catatan kecil, merindumu dalam hujan." Kini ku harap, dapat bersanding bersamu meski harus berpayungkan hujan.



#TantanganODOP

#Temaseharihari

13 komentar:

  1. asyiiiik 👏
    tp masih ada typo dikit, dua paragraf terakhir "kutinggalkan" dan "di depan"

    Keren keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyik di kiris lagi hehe
      Mentok ide, inget kata" bang syaiha aja..
      Entah memenuhi syarat tantangan atau nggak 🙊

      Hapus
  2. Balasan
    1. Fiksi ka zila...
      Tapi ntahlah, memenuhi atau nggaknya 😭🙈

      Hapus
  3. Puitis sekali cerpennya. Saya suka!
    Kalau dipanjangin dikit, pasti lebih ciamik ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe iya kang.
      Ini juga kayanya memang kurang memenuhi syarat tantangan deh 🙈🙊

      Hapus
  4. Dirimu-nya siapakah? Apakah seseorang di masa lalu? Ataukah seseorang yang betmain dalam imajinasimu? *lha nanya aja pake sok puitis 😂😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha iya yah mba, nanya aja pake sok puities.

      Hapus
  5. Aduhai mbak Rene.... Ciamik kali. Manis dan bikin baper

    BalasHapus
  6. Aduhai mbak Rene, tulisannya manis sekali,bikin baper yang baca

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha dibikin baper sama tulisan para PJ sebelumnya sih wkwk

      Hapus
  7. Balasan
    1. Iyo mas.. 😃
      Makanya sok puities bgt khilangan kata" 😂

      Hapus

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...