Rabu, 27 Desember 2017

Alea : Terdera Rasa (Part 3)

Hasil gambar untuk sembilu hati
Sumber Gambar: diaryrose.wordpress.com

Hari demi hari berlalu, tinggalkan sebuah kisah penuh tanya yang tersimpan di dada.  Alea semakin menyadari, bahwa dirinya telah benar-benar jatuh hati meski harapan untuk memilikinya adalah kesekian dari inginnya.


          Sesekali Alea ingin melepas perasaannya yang semakin tak terkendali dengan dalih, hanya sebatas teman. Sebuah pernyataan yang ia sendiri tak ingin mendengarnya, namun hanya itu alasan satu-satunya untuk tetap berkomunikasi dengan Peuchan.

          Suatu ketika, sebuah cerita memberi kenyataan baru tentangnya, yang hampir membuat Alea tersungkur. Namun sekali lagi, ia menegaskan dirinya jika itu adalah pilihannya dari cinta dalam diam terhadap Peuchan. Ia menguatkan dirinya, memberanikan diri tuk bertanya langsung, sebelum akhirnya ia lontarkan pertanyaan yang sebenarnya sebuah interogasi.

          “Cie … Siapa itu Kak?” ia memulai pesannya dengan mengusili Peuchan.
          “Yang mana? Aku gak ngerti.” Balasnya seolah tak tahu.
          “Itu tuh, yang tadi aku bilang.”
          “Kamu tahu dari mana?”
          “Tau ajalah.” Balasnya dengan emoticon senyum.
          Sementara Peuchan hanya membalas dengan emoticon kaget.

***

          Sebuah pesan singkat setiap harinya, mampu meredam sedikit rindu yang semakin sesak di dadanya. Namun kali ini, sesuatu terasa berdesir dalam hatinya, sesuatu yang tak bisa di gambarkan pedihnya. Sempat ingin teriak mengatakan, “dasar gak peka!” namun ia mengurungnya, menyadarinya bahwa itu adalah kesalahan yang bisa mengakhiri hubungan dekat keduanya.

          Pedih, juga sedikit kecewa seharusnya tidak pernah tercipta, sebab tidak pernah ada sesuatu yang istimewa tercipta antara keduanya. Namun, hati Alea meyakininya dengan sangat yakin, bahwa Peuchan pun merasakan seperti apa yang ia rasakan.

Waktu semakin hari semakin memberinya harap, sebuah pertemuan sederhana waktu itu memberinya kesan yang tak mampu Alea lupakan begitu saja. Sorot matanya yang tajam, justru terlihat sangat menenangkan. Bicaranya yang renyah, seakan memberi sinyal bahwa ia lelaki yang sangat penyayang. Namun lagi dan lagi, Alea pun tidak berharap banyak akan hal itu, meski hatinya dengan penuh yakin akan perasaannya yang sama pula.

“Dengan seperti ini, aku bisa terus tahu bagaimana kabar dia. Meskipun, mungkin aku kan terluka suatu saat nanti atau justru sebaliknya. Tapi ah sudahlah, aku tak ingin mengharapkannya lebih dari ini.” Hatinya mulai kelu, mencoba menata hati tentu agar komunikasinya terjaga. Sesekali ia melihat foto keduanya, yang sempat terekam saat bertemu sebelumnya.


#OneDayOnePost

6 komentar:

  1. bisa nulis berseri berpart-part, panjang lagi. Tips nya apa tuh mba?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, pura" nanya nh mastah hehe
      Critanya dari awal ampe akhir. jdinya pjg. Hehe

      Hapus

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...