Sabtu, 30 Desember 2017

Cita, Cinta dan Mimpi


Cita, cinta dan mimpi.

Tiga hal yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Menurutku, ketiganya selalu terikat tak terpisah. Cita-cita  memberi cinta, sebab cinta akan memintamu lebih untuk rela berkorban. Disini, ia berperan sebagai asa mewujudkan cita-cita.

Lalu kemudian, cinta memberi mimpi. Mimpi yang mungkin kau kan mengerti setelah cinta telah terpatri pada diri. Sebab ketika cinta, maka ada sebuah harapan baru yang tersimpan pada mimpi sehingga kembali menumbuhkan asa tuk menggapainya.

Lepas itu, cita dan mimpi. Terdengar sama, namun nyatanya berbeda. Sebuah kehendak dalam fikiran yang menginginkan kewujudan namun juga dapat dirasakan.

Tertulis hari ini, 30 Desember 2017. Hari sabtu.
Hanya sisakan hitungan jam tersisa di detik pergantian tahun baru menuju 2018. Jika Allah mengizinkan, semoga aku bisa menemui tahun itu. Tak berharap banyak, semoga Allah membangunkanku dari tidur malam ini. (Aamiin)

Mengingat tahun lalu ada beberapa resolusi juga impian-impian ku yang terpanjatkan selalu setiap doa, kini aku mengingatnya kembali sebagai catatan mimpi yang tertulis di hati lalu terlukis dalam catatan kecil blog ini.

Suka, duka, cita, tangis, tawa, perjuangan, harapan, kecewa, bahagia, putus asa, rancu. Ah sudahlah, aku rasa semua telah terjadi. Menyisakan tangis, namun juga tawa. Jika semua dapat tergambarkan hanya melalui pensil warna, mungkin warnanya hanya ada abstrak. Tak ada yang lebih dominan.

Resolusiku  saat itu, tak bermuluk-muluk. Aku hanya ingin menjadi bermanfaat untuk orang lain. Menebar semangat juga tawa, menjadi seorang aktifis.

Masih teringat jelas, dalam ingatan. Bulan pertama di tahun 2017, dokter memberi klaim mencabut masa vonis ku dari sakit yang menyerangku setahun belakangan. Itu sebabnya resolusiku hanya mengingankan menjadi bermanfaat untuk orang lain.

Bulan kedua, bulan Februari. Aku diberi kejutan, dengan tawaran pinangan. Namun, takdir ternyata berkata lain, ta`aruf pun aku  hentikan. Entah perasaan seperti apa yang harus aku ekspresikan.

Bulan ketiga, bulan kelahiranku. Setelah mendapat kabar baik untuk kesehatanku. Tetiba kecintaanku menulis, kembali menyeruak. Aku menginginkan dan mengharuskan diriku sendiri untuk mempunyai buku sendiri, tepat diusiaku yang genap 20 tahun.

Bulan keempat, entah perasaan yang seperti apa harus ku gambarkan. Menjadi korban penipuan orang, selang beberapa hari adik sepupu menikah, dan dua pekan setelahnya kakak sepupu kembali ke rahmatullah. Kejadian yang terasa amat pilu, berdekatan dalam bulan yang sama.

Bulan kelima, Allah memberiku jawaban dari istikharah yang aku lakukan setiap hari. Mungkinkan ini hadiah, dari ikhlas melepas hadirnya? Dan aku meyakini, bahwa itu iya. And happiness. Aku juga jadi relawan pengajar disebuah yayasan panti asuhan, sebuah mimpi sederhana yang sedari dulu aku inginkan.

Bulan Juni, ramadhan dan hari raya. Sesuatu yang selalu di nanti para anak rantau.
Bulan Juli, jika boleh berkata benci. Maka aku kan teriakan ini dibulan Juli. Namun, aku pun sadar. Semua terjadi atas kehendakNya. Orang yang paling aku sayang, lelaki yang paling aku cinta, dan cinta pertamaku, iya dia adalah Ayah. Ayah dipanggil Sang Khalik, saat rinduku masih menjamah lara dipecundangi dunia. Dihari yang sama pula, kembali menjadi korban penipuan. Uang ku, dia bawa kabur. Bermaksud membantu dengan tetap berkhusnuudzon, namun nyatanya salah. Aku menghiraukan, setelah mengurus proses pemakaman Ayah. Kembaliku selesaikan permsalahanku. Dan tak ada satu anggota keluarga pun yang tahu.

Bulan September, hatiku mulai bimbang. Jika Allah mengizinkan, maka sisa kesempatan untuk mendapatkan buku sendiri adalah enam bulan. Waktu yang masih lama, namun jua cukup dirasa cepat. Namun, Allah memberi kejuatan lain melalui salah satu member di grup hafalan Hafidz On The Street (HOTS) yang aku bina. Ia memberi info sebuah komunitas bimbingan menulis dengan nama One Day One Post (POST). Akhirnya tanpa berfikir panjang, aku pun segera mendaftar dan diterima dua pekan setelahnya.

Bulan oktober hingga sekarang, aku aktif di HOTS. Dan mulai merutinkan kegiatannya, pulang-pergi Cibinong-Bintaro setiap 2-3 kali dalam sebulan. Memang mungkin bisa dikatakan bukan seorang aktifis, namun dirasa padat. Karena setiap hari libur pun selalu ada rencana keluar untuk mengisi acara. Alhamdulillah, mendapatkan teman-teman yang shalih-shalihah, mendapat ilmu baru dari ukhuwah yang terjalin. (Semoga diriku pun menjadi bagian didalamnya. Aamiin)

Bulan lalu, email masuk dari sebuah penerbit. Alhamdulillah, dengan seizin Allah pula. Tulisan saya lolos seleksi, dari hampir 500 peserta yang mendaftar. Kini bukunya dalam proses penerbitan, jadwalnya di undur hingga bulan depan.

Aku merenungi diri, mimpiku terwujud. Buku itu keluar di usiaku yang ke-20 tahun. Seketika senyumku mengambang, meski hanya sebuah buku analogi. Meski bukan sebuah pencapain yang tinggi, hal itu justru menjadi motivasiku terus bertahan di komunitas ODOP ini. Terimaksih ODOP, memberi jembatan dan mengembalikan kepercayaan diriku yang hampir hilang.

Kejutan-kejutan indah, meski tak luput dari sedih yang masih membalut. Semoga dengan ini, jalan saya menebarkan kebaikan dapat lebih luas lagi. Semoga. 😊


#OneDayOnePost
#TantanganFiksiODOP7
#EvaluasiImpian

9 komentar:

  1. Hidup selalu penuh warna, ada suka dan ada suka
    Semoga tahun 2018, pencapaian kita lebih baik dan Alloh selalu memberikan kita kesempatan agar selalu bermanfaat bagi orang lain.Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.
      Barakallahu fii umrik mba wid 😘

      Hapus
  2. Wahh Alhamdulillah ya resolusinya hampir tercapai semua..

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah mau punya buku, mba reen

    BalasHapus
  4. Selamat ya cita" bnyk yg trjwb

    BalasHapus
  5. Citacitanya sdh bnyk yg terjawab

    BalasHapus

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...