Rabu, 03 Januari 2018

Merajut Asa

Tepat hari ini, 31 Desember 2017. Menjelang beberapa menit lagi pergantian baru tepatnya.

Tanggal sekaligus tahun terakhir dalam hitungan 1 tahun nasional. Dimana hal ini mengingatkan  aku akan beberapa garis besar yang sudah terjadi di tahun 2017 yang aku tulis, di postingan sebelumnya.

Kedewasaan, arti hidup, pedih … yuah aku rasa, aku sudah menikmati lika-liku kehidupan ini. Saat manis harus diluapkan, sementara pahit dipaksa untuk ditelan. Pedih yang kalian jalani, kini aku rasai. Akibat terlalu berharap kepada manusia. Jalan yang kalian lalui, kini aku jalani. Meski terkadang mengeluh, namun ku yakinkan pada diri, bahwa apa yang sudah aku peroleh saat ini adalah doa-doa kalian.

Tak banyak yang bisa aku beri, hanya berusaha menjadi seperti apa yang kalian mau meski terkadang dengan caraku yang terlalu keras kepala. J Untuk  membalas kalian, aku tak mampu. Hanya bisa mencoba belajar mandiri, mengurangi beban.

And resolusi??
Sebenarnya aku bukan tipikal orang yang memiliki secara khusus setiap pergantian tahun resolusi tercipta, bagiku resolusi adalah setiap waktu yang kita punya menjadi lebih berkesan dan tentu berkah juga menjadi manfaat. Ini sudah cukup membuktikan esensi resolusi itu sendiri.

Terkesan tidak mempunyai obsesi, namun asa menggebu setiap waktu tanpa henti. Dengan izin Allah, Allah berikan kepada saya kesempatan hidup untuk ketiga kalinya. Nikmat yang begitu amat luar biasa, aku cuma ingin tetap bisa lebih aktif dari ini. Ta`lim yang menjadi bagian, semoga menjadi tempat dakwah menebar kebaikan.
Menargetkan pribadi, tentu. Keterlambatan kuliah akibat cuti membuatku ingin segera menyamai teman seangkatan, akhir tahun 2018 dengan skripsi. Menebus janji pada diri akan Ayah, berbagi pengalaman dengan kisah inspiratif melalui tulisan pada buku soloku tepat sebelum Idul Fitri.
Semoga Allah memberiku umur panjang mewujudkan mimpi ini. Aamiin.
Happy new year J

#OneDayOnePost
#TantanganFiksiODOP
#Resolusi2018

dan baru ngeh, ternyata belum ke share cuma ke save aja huhuhu sinyal oh sinyal

2 komentar:

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...