Selasa, 30 Januari 2018

Balada Masa Lalu

Hasil gambar untuk balada rindu


Disebuah sekolah bernama SMK Darussalaam, tengah mengadakan wisuda perpisahan kelas XII. Ada Kartini, cewek tomboy dengan rambut panjang yang selalu diikat gelung. Tak lupa pula ia selalu melipat lengan bajunya hingga sesikut tangannya. Gadis itu bahkan memilih mengenakan celana ketimbang rok seperti wanita yang lainnya.

“Ih gila saja, ngapain sih mesti pakai kebaya.” Kartini mendumel.

“Lho bagus lah. Gue pengen lihat loe pakai kebaya.” Timpal Anis dengan sedikit terkekeh.

Lisa memotong, “loe itu sebenernya cantik, Kartini … ya, hanya saja … loe terlalu cuek sama diri loe sendiri.”

“Alah … loe pada emang sengaja.” Jawab Kartini.

***

Hari perspisahan itu pun tiba, ia menyadari bahwa tidak semua pertemuan dapat memberikan cerita yang abadi. Sebab yang abadi adalah Illahi Rabbi. Dan selalu ada perpisahan setelahnya.

Hari itu, tepatnya hari Sabtu.

Sorak teriakan para siswa menggema hingga ujung sekolah, antara tentang degup akan hasil ujian jua sebuah perpisahan. Tapi tak berhenti disitu, justru mata mereka tertuju pada sesosok gadis manis yang sangat-sangat anggun.

Para siswa laki-laki, mereka berhamburan  keluar seperti baru saja terkena bencana untuk sekedar melongok siapa gadis yang tengah menjadi buah bibir dijagat sekolah itu. “Eh … eh, ada apa lari-lari?” Fian mencegah teman-teman yang lain.

Beberapa orang menghiraukannya, meski ada yang menjawab; “ada cewek, cantik banget ka.” Jawabnya polos.

Fian kembali menghiraukan. Segera ia berlalu dari depan ruangan kelasnya menuju kantin.

“Hai, Fian.” Heri menyapa. “Kau tahu, Fian?”

“Tau apa?” jawabnya tanpa basa-basi.

“Kartini, hari ini cantik banget.”

Fian tersedak, uhuk. Ia segera mengambil segelas air minumnya, diteguknya pelan. “Apa? Loe kaga salah? Seorang dia doang loe percaya.”

“Gue, se … se ….” Ia tetiba menjadi gagap kala matanya tertuju pada sesosok wanita yang tengah dibicarakannya.

“Se, sa, se. Ngomong yang jelas loe.” Jawabnya sedikit tak ramah.

Heri pun  dengan memaksa membalikkan tubuh sahabatnya. “Itu, Kartini.” Bisiknya tepat ditelinga.

Fian pun terkejut, hingga menelan air liur. Matanya terbelalak, hampir tak terkendali. Kartini, cantik sekali. Benarkah ini, Kartini? Hatinya berbisik mencari pembenaran. Hahahaha. Fian menertawakan pakaiannya Kartini. “Eh, Kartini. Loe itu gak pantes pakai rok, apalagi pakai seragaman baju kebaya seperti itu.” cacinya.

Wajah Kartini mulai memerah, mungkin emosinya kembali bangkit setelah hampir tunduk. “Apa loe bilang? Gue juga gak suka pakai begini. Ribet.” Jelasnya dengan sedikit kesal.

Meski dalam hatinya ia mengatakan; keterlaluan, untuk lelaki itu. ia berusaha menyapanya dengan senyum, namun justru penghinaan. Menurutnya.

Akhirnya ia pun memutus tuk pergi, sementara derai air mata basahi pipinya yang tirus.


***

Kartini mengusap album tua yang kini telah berdebu, mendekapnya erat. “Ini adalah sebuah balada rindu mencintamu dalam diam. Tanpa loe pernah tahu bagaimana perasaan gue yang sesungguhnya. Dan kali ini, gue cuma berharap bisa ketemu lagi sama loe, Fian. Gue  sudah meninggalkan pakaian tomboy gue.” Ia tersenyum, tanpa disadarinya, air matanya terjatuh akan rindu yang kini datang bertamu.

(TAMAT)



#Day20 #30DWC
#OneDayOnePost

14 komentar:

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...