Rabu, 18 Oktober 2017

Akulah Perindu

Hasil gambar untuk akulah si perindu

Saat jarak mendekatkan padamu tentang kehadiran dan cinta yang lebih besar, saat itu pula hati dan raga saling terikat tanpa terkecuali. Entah memilih dalam sebuah pengabdian atau hanya sesederhana berdo`a.


Aku mengerti,karena untuk mengkondisikan keduanya tidaklah mudah.
Aku memilih,  tatkala hati ini telah bersikukuh pada pilihan. Pilihan dimana menentukan wibawa seorang wanita, bukan tuk mencarinya perhatian tapi karena ku tahu ini tak sekedar kewajiban dasar agamaku tetapi untukmu pula.

Saat kedekatan ini menjadikan diriku seakan dekat dengan syurga, saat hati telah berpasrah pada Rabbi. Engkau pisahkan aku bersama takdir yang tak mampu ku ubah, sementara diri masih ingin terus berbirrul walidain.  Tapi ku percaya, itu adalah bukti cintaNya yang amat besar sekali. Bukan? Bukan untuk mnegingatnya kembali. Hanya saja, ku masih perlu penyesuaian  atas kehilangannya.

Aku cengeng? Kukatakkan itu iya. Aku memang cengeng, dan ku tak perlu katakan itu padamu. Karena seandainya dirimu mengerti, kau akan merangkulku bukan lantas diam dan katakan “Dan kamu harus terbiasa”. Untuk beberapa pertanyaan lain, masih kusimpulkan pada jawaban bahwa lidah mungkin saja bersembunyi, tapi hati dan mata? Sejujurnya ia mudah sekali tuk katakan jujur, hanya saja perlu waktu.

Ini pula alasan teruntukmu yang selalu katakan aku sibuk; kamu tak pernah tahu betapa kalutnya diriku saat perpisahan terjadi pada saat dirimu telah merasa begitu dekat, kamu tak pernah mengerti sesak seperti apa yang kurasa setiap hari hanya untuk sekedar berkata “Aku baik-baik saja”. Bahkan tak ada yang benar-benar peduli, aku baik-baik saja ataupun tidak.

Bila boleh jujur, hampir habis sudah dayaku tuk bertahan. Sebab sesak ini semakin menjadi sedangkan aku masih saja berkalut rindu. Akulah perindu hadirmu, pelukmu juga sandaranmu. Tak pernah habis air mata ini menetes, membasahi pipi. Tak pernah hati ini berhenti menyebutmu, kesibukanku hanya  ingin membuat sebuah kehilangan seakan berlalu. Untuk itu, jangan remehkan jiwa perindu. Sebab ia merindu hingga tangis bertahta, ia merindu hingga sesak terasa. Hingga ia menjelaskan, bahwa kehilangan adalah jawaban.

Akulah si perindu itu, yang berperan seolah sebagai orang yang paling bahagia. Tapi Ya Rabb, karena semua kehebatan yang Kau berikan ini, tak seorang pun mengerti posisiku, mereka lupa bahwa aku juga punya hati yang memiliki titik jenuh yang mudah sekali terluka, air mata pun menetes dari mata yang selalu terlihat bahagia ini. Dan tak seorang pun tahu?😔


sumber gambar: kompasiana.com

2 komentar:

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...