Minggu, 29 Oktober 2017

Satria Nova: "Membuat Jejak Hidup"


Hasil gambar untuk satria nova

“Membuat jejak hidup.” Kalimat yang ia gunakan untuk mengejar mimpinya. Siapa sangka ia akan menjadi seorang penulis, namun ia berhasil membuktikan jika kemampuan menulis tidak ditentukan oleh bakat,melainkan minat.

Ia tidak memilliki latar belakang menulis ketika sekolah dalu. Ia kuliah jurusan teknik yang tidak mempelajari  sama sekali tentang sastra dan dunia tulis-menulis. Tapi justru di kampuslah keinginan menulisnya mulai tumbuh. Ia memulai jejaknya sebagai penulis saat menjadi mahasiswa.

Kemampuan menulisnya dipelajari saat ia terpaksa menjadi pemimpin redaksi majalah dakwah kampus pada semester tiga yang bernama Ultrassafinah. Ia terpilih bukan karena kemampuannya, tetapi karena majalah itu baru saja dirintis. Tentu saja, penunjukkan jabatan dilakukan secara acak. Tapi disanalah ia banyak belajar. Kemudian pada semester lima, ia diamanahi sebagai pemimpin umum majalah tersebut.

Ia adalah Satria Nova, seorang lelaki yang dilahirkan di Lamongan, 16 November 1989 dengan nama lengkap Satrianova Mabruri Kusumawardhana. Anak pertama dari tiga bersaudara. Cerita kependidikannya dimulai dari SD Negeri Babat VII, kemudian SMP Negeri 1 Babat, dan SMA Negeri 1 Babat. Lalu pada tahun 2008, dia lulus SMA dan melanjutkan studinya ke Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Pada bulan Maret 2010, ia memulai “membuat jejak-jejaknya” sebagai seorang penulis. Dan bergabung pada FAM (Forum Aktif Menulis) dua tahun kemudian pada tahun 2012, tepat sebulan setelah FAM Indonesia berdiri.

Loyalitas terhadap FAM Indonesia, serta kemampuannya dalam bidang tulis-menulis dan mengkoordinasi anggota menjadikan FAM Indonesia menunjuknya sebagai calon ketua cabang wilayah FAM Surabaya dan sekitarnya. Yang mana melalui proses magang selama 6 bulan untuk mengulas karya anggota pemula dan melakukan tugas-tugas khusus yang diberikan FAM Pusat. Atas prestasinya yang telah menjalankan tugas dari FAM pusat dengan baik, maka ia diangkat menjadi ketua cabang resmi FAM Surabaya pada bulan Januari 2013, yang dihadiri langsung oleh Ketua Umum FAM Indonesia, Muhammad Subhan.

Satria Nova, termasuk penulis yang produktif. Selama kuliah ia telah menulis 10 buku, 7 di antaranya sudah beredar dipasaran. Buku itu ditulis dalam rentang waktu 2,5 tahun semenjak ia semester 4. Salah satu mimpi yang berhasil ia wujudkan dan sebuah jejak yang telah ia tinggalkan adalah buku yang tengah saya baca berjudul “Jendela Hati: Catatan Nurani Seorang Muslim.”

Selain buku, beberapa karyanya berupa artikel, opini dan gagasan telah dimuat diberbagai surat kabar nasional seperti Jawa Pos dan Republika. Selama kuliah, Satria juga aktif diberbagai kegiatan kampus termasuk menjadi pembicara dalam berbagai kesempatan seperti bedah buku, kajian, diskusi, workshop, pelatihan, seminar dan berbagai acara sejenis lainnya.

Perjalanannya menjadi seorang penulis hingga saat ini, sejatinya tidak mudah. Menurut rumornya yang beredar, lima dari sepuluh bukunya diselesaikan dengan laptop pinjaman. Bahkan buku pertama yang diterbitkannya sempat mendapat lebih dari 15 kali penolakan oleh penerbit. Yang kemudian, ia memperbaiki terus naskahnya hingga akhirnya bisa terbit dan menjadi sebuah buku. Yang mana menjadikannya pengalaman yang paling berkesan.


Inspirasi yang melatarbelakanginya tetap menulis adalah kebermanfaatan. Baginya menulis adalah berbagi. Apapun itu, entah ide, gagasan, cerita atau inspirasi. “Tidak ada yang  tidak mungkin, jika kita yakin” Ungkap seorang penulis yang memfavoritkaan Salim A. fillah, Asma Nadia dan Tere Liye tersebut dalam sebuah wawancara.

sumber gambar: www.famindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...