Jumat, 20 Oktober 2017

Membangun Asa

Hasil gambar untuk harap dan asa
"Tidak ada kemustahilan yang mustahil"
Satu kalimat yang Ia pegang teguh bersama jiwa yang membara, dengan keyakinan bahwa Ia kan sembuh.
***

Suatu masa saat kita bersama, Ia memang nampak selalu tersenyum terlihat disudut bibirnya yang menyungging. Semangatnya tak pernah pudar, aktif sebagai seorang pelajar sekaligus seorang aktivis yang memang hampir menyita waktunya hingga larut malam. Tak ku sangka bahwa Ia mengidap penyakit yang amat serius. Kanker paru-paru stadium lanjut yang dideritanya, membuatnya harus keluar masuk rumahsakit. Rambutnya yang terbiasa teurai, tak lagi bisa diikat sebab rontok akibat kemoterapi. Matanya yang kecil semakin terlihat sayu.

Suatu hari pada hari itu, ku temui dirinya dalam keadaan termangu, terpenjarakan sepi dan sendunya. Ku perhatikan mata indahnya, ia seakan memberiku isyarat "Aku butuh kamu". Ada binar dibola matanya yang kemudian ku beranikan diri tuk bertanya "Kamu baik-baik saja?" Ia hanya menatapku tersenyum dan mengumpat tangisnya. "Kamu akan baik-baik saja, percayalah" ku mendekat, mendekap tubuhnya yang semakin kecil.

Ku sembunyikan tangisku tuk mencharge semangatnya. "Badanmu masih terlalu ringkih, kurangin aktifitasmu setelah itu kita fokus berobat" Kataku mengingatkannya kembali "Sudahlah tak apa, besok pun aku bisa berlari kencang. Aku tidak apa-apa" Katanya. Ia selalu mengatakan bahwa Ia kan baik-baik saja, meski tak dapat lagi disembunyikan bahwa suaranya semakin purau.

Ku lihat perkembangannya dari hari ke hari, Ia mengurangi 1 aktifitasnya. Ia membebaskan dirinya dengan sering membaca buku mencari informasi tentang penyakitnya, membaca Qur'an dan menambah sholat malamnya hingga tak lagi ku lihat dengan jelas binar dimatanya. Ku percaya, kini ia tengah memupuk dirinya dalam asa sebuah harap kesembuhan.

Allahu Akbar! Semua terjadi begitu saja, hanya butuh waktu 3 pekan untuk mengurangi sebaran virusnya melebar. Kanker itu membaik 30%. Itu tanda bagus untuk perkembangannya, mengurangi masa vonisnya. Namun, Ia juga hanya manusia biasa yang memiliki titik jenuh, Ia juga merasakan lelahnya meminum obat, dan masuk keluar rumahsakit. Jangan ditanya perihal biaya yang harus dikeluarkan tiap pekannya. Alhamdulillah, selalu ada rezeki tak terduga. Ia kembali down, kondisinya menurun 15%. Tapi sekali lagi ku katakan, bahwa Ia kembali bangkit dengan haru semangat yang baru.

Ia kembali menyingsikan tangannya, memegang erat prinsipnya, dan bertegad untuk sembuh. "Aku akan baik-baik saja, lihat besok yah. Aku kan berlari kencang tanpa lelah" Katanya sembari memaksakan suaranya untuk lantang. Ku hanya tersenyum melihatnya kembali bersemangat, ku melihat Ia menjadi dirinya yang dulu.

Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Sungguh tidak ada yang mustahil bagi Allah, "Kun faa yakuun" Keajaibannya memang nyata. Selang beberapa bulan setelahnya, Ia terbebas dari vonis, dan dokter mengatakan bahwa ia kini telah sembuh. Ku percaya harapnya tak pernah terputus, asanya semakin kuat hingga mengatarkan dirinya pada kesembuhan.

Ku berkaca pada dirinya, bahwa proses tidak pernah mengkhianati hasil. Jika pun Ia tak sembuh, Ia sembuh dalam keabadian hidupnya, Ia akan tenang bersama cintaNya yang tak pernah pudar dan kesejatian hidupnya yang tak lagi bertemu mati. Jangan berhenti berharap, karna harapan memberikanmu asa.


-Rene Usshy-

sumber gambar: /jangan-putus-asa

2 komentar:

  1. ini kisah nya mba rene ? MasyaAllah kuasa Allah yaah, Allah maha baik :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, ini true story. yg saya tulis pale POV 2, menceritakan diri saya sendiri :)
      iya mba, Allah baik sekali, SAya bersyukur, dg ini Allah memberi saya kesempatan utk berbuat baik

      Hapus

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...