Rabu, 04 Oktober 2017

Putih diatas Hitam

Hasil gambar untuk jangan menyerah





Pernahkah kau temui, seorang yang dengan keterbatasan dirinya memberikan penuh cinta terhadap dirimu. Tak malukah dirimu dengan kesempurnaan fisikmu? Mungkin aku dan kau pula diantara keduanya.

***

Pernah suatu ketika, kutemui sosoknya yang lugu. Ia selalu menebar senyumnya, seakan hidup hanya tentang tawa. Aaah aku iri dengannya yang mampu menutupi kekurangan dirinya. Ia tak pernah terlihat mengeluh bahkan untuk sekedar kalimat, "Kenapa harus aku?"

Siapa yang tak kenal dengannya, lelaki lugu nan polos anak dari sepasang suami istri yang sederhana disebuah desa yang bernama Mandala, Cilacap barat. Seorang anak kecil berusia 13 tahun yang menatap mimpinya dengan sekedar "Andai, ku besar nanti .... " iyah, dengan tangguhnya memegang harap. Yang terkadang kupandang sebelah mata, hanya karna dirinya mengidap Autisme.

Ia selalu berjalan dengan riangnya, ramah tanpa pandang bulu, dan membantu tanpa pamrih. Jika Ia bukanlah seorang autisme, kuyakin kan banyak orang menganguminya karna sifatnya. Didukung tubuhnya yang berkulit Putih, dengan mata sipit bak orang-orang Tionghoa. Meski kedua orangtuanya tak memiliki kriteria keduanya.

Suatu ketika, terjadi kecelakaan kecil yang berakibat fatal ketika membantu oranglain yang membuat dirinya harus kehilangan jari tangannya. Namun apa yang keluar dari mulutnya? Ia hanya mengatakan "Ini patah ketindih kayu" sembari menunjukan jarinya yang putus. Kutatap matanya, tak ada tangis, tak ada sesal dan tak ada rasa mengeluh ia hanya diam seperti tak terjadi apa-apa.

Ia bahkan tak pernah malu, ketika ada kesempatan untuk memperoleh sedikit uang dari barang rongsokan. Ia tak malu terhadap cibiran orang, yang penting untuknya adalah halal. Tiap hari Ia menyusuri sungai sekitar rumahnya dan mencari kesempatan taktkala ada acara besar dikampungnya. Hanya untuk mengumpulkan bekas-bekas aqua gelas. Yang nantinya Ia jualkan kembali ke pengepul langganannya. Dan uang hasil dari menjual barang bekas itu, ia beri sepenuhnya untuk jajan kakaknya yang masih sekolah dan untuk membelikan ibunya sayur. Terkadang ia memasak sendiri.

Ah, begitu malu diriku. Diusianya yang masih terbilang anak-anak itu, ia sudah berfikir bagaimana membantu ibunya dan dengan didukung actionnya. Dan aku? Aah, aku hanya berfikir bagaimana tanpa beraksi.

Kuingat selalu lagu yang Ia nyanyikan, dan terkenal pada saat itu " ... Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah ... " yang dalam bahasa dirinya " .... Syukuri apa yang ada, tipa-tipa kamu ... ". Ah bagiku Ia adalah sempurna, Oh Tuhan ... Engkau begitu adil menghadirkan kelebihan dalam kekurangnnya, dan menyalipkan kekurangan dalam kelebihan diriku.

Secara akal dan fikiran, dapat dikatakan bahwa Ia memang Idiot tapi Allah ciptakan hatinya dengan begitu lembut. Ia menebar cinta dengan sapaan yang halus dan tersenyum, menerima kesakitan dengan mata yang tangguh, dan hati yang ikhlas. Aku malu pada diriku, aku bahkan enggan menyapa tatkala aku melewati sekerumunan orang. Apalagi harus menyusuri sungai, ah gengsiku mahal sekali.

Hingga kepergiannya menyadarkan diriku, bahwa kesempurnaan terlahir dari hati bukan dari fisik apalagi Predikat Pintar.
Semoga Allah menempatkan dirimu disisiNya.
Selamat jalan kasih, selamat jalan adikku ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...