Jumat, 24 November 2017

Berhenti Berharap (Part 7)

Hasil gambar untuk curi pandang kartun
sumber foto: 145xcomz.blogspot.co.id

       Kini minggu demi minggu berubah bulan, hingga berubah menjadi semester baru, persahabatannya kini semakin terjalin. Tak terhitung warnanya, tak sedikit cerita berbagi tentangnya, tentang lelaki itu, tentangnya yang memillih tuk diam mencintai.

          Diana yang memilih memendam kagum dalam diamnya, sementara Lusiana memilhnya berbagi cerita dengan sahabatnya meski hingga saat ini pun tak pernah menyebutkan namanya. Dua orang sahabat yang menyimpan perasaan terhadap lelaki yang sama. Sementara Rini, ia masih saja menikmati kesendirian dalam kebimbangan harap tentangnya yang  justru tanpa kabar.
          Pada suatu ketika dalam acara yang di adakan pihak kampus, di pertemukanlah kembali Lusiana, Diana juga Handy. Dimana ketiganya terkumpul bersama semua angkatan, tergabungnya senior juga junior. Yang kemudian terbagi kembali menjadi beberapa tim-tim kecil, saat itu Diana juga Handy satu tim, sementara Lusiana di tim lain.
“Tim empat, ada Puspa,” nama yang dipanggil pun segera memposisikan diri di depan berjajar dengan tim yang lainnya, “… Rina, Dimas, Lusiana, Adi, ….” Teriak salah satu panitia yang disambut riuh juga tepuk tangan para mahasiwa.
          Sementara Lusi, bersikap sedikit kesal saat penyebutan anggota tim-nya hingga akhir yang tak menyebutkan nama lelaki itu, yang ia harap bisa satu tim dengannya. Namun apa boleh buat, ia hanya menerima keputusan yang sudah dibuat para panitia.
          “Yuah, kita nggak se-tim.” Ucapnya kepada Diana, mengalihkan sesalnya.
          Diana tersenyum, “tak apa, semangat yah!” jawabnya memberi semangat.
          “Tim Lima, Diana,” ia pun menyesuaikan dirinya di depan, “… Kevin, akbar, Anis … dan terakhir Handy.” Teriak kembali salah satu panitia yang semakin terdengar riuh dengan tepuk tangan mahasiswa yang lain.
          Diana pun hanya tersenyum, dalam hatinya ia bergumam betapa senangnya bisa berada dalam satu tim dengan lelaki yang ia kagumi. Sementara Lusiana, ia hanya memandangnya dari samping berujarkan dalam diri, “kan aku yang mau satu tim bareng kak Handy. Beruntungnya Diana.”
          Setelah panitia menyebutkan semua tim-nya yang terbagi atas kurang lebih lima belas tim dengan kisaran jumlah anggota sepuluh hingga tiga belas anggota, kini ke semua tim diharuskan membentuk kader ketua tim.
          Semua tim hampir terdengar gaduh, saling menunjuk si A dan si B nya untuk menjadi ketua tim. Namun justru malah membalik tunjuk arah, saling mengandalkan. Yang mana ketua adalah yang bertanggung jawab terhadap para anggota timnya masing-masing. Tanpa terkecuali Tim lima, yaitu tim Diana. Ia kompak menunjuk Handy, yang kemudian ia langsung menerimanya tanpa menolak dengan kata, “Ah kamu saja”  seperti yang lainnya.
          Akhirnya tim lima pun terbentuk dengan ketua tim Handy, bersama sebelas anggota lainnya. Sementara Lusiana, ia akhirnya  mendaftarkan dirinya sebagai ketua tim dikarenakan anggotanya yang hanya saling mengandalkan satu sama lain.
          Waktu pembentukan ketua tim pun habis, panitia mulai mengumpulkannya kembali di halaman kampus, dengan garis saling berjajar antara tim satu dengan tim lainnya dengan posisi ketua berada di baris terdepan.
          Setelah terbentuknya ketua tim, kini panitia memberi clue dan randown mengenai acara itu kepada sang ketua dan tugas seorang ketua yang pertama adalah memberi pemahaman kepada masing-masing anggotanya.
          Dengan bijaknya Handy melangkah dan membuat strategi khusus untuk timnya, wibawanya semakin terlihat kala ia mulai menjelaskan satu demi satu tahap dan randown acara kepada anggotanya. Sementara Diana, ia memperhatikan detail lelaki itu dengan baik, tampak begitu manis ia melihatnya hingga mencuri pandangan darinya. Sesekali ia menundukan pandangannya, dan menyimpulkannya dengan senyumnya yang manis. Hingga membawanya pada lamunan akan lelaki itu yang kemudian menjadi salah tingkah kala teman se-timnya mengagetkan dirinya.
          “Na!” bahu temannya menyentuh bahu Diana, yang mengagetkan dirinya.
Dengan segera ia menoleh kearah temannya. “Apa?” jawabnya dengan suara kaget dan terdengar berbisik.
“Di tanya kak Handy, sudah paham belum?” jawabnya memberi penjelasan sembari menundukan kepalanya, ucapnya berbisik pula.
Diana pun segera menegakkan pandangannya dan menatap ke arah lelaki itu.
“Iya kamu?” ujar Handy
“Iya paham Kak.” Jawabnya yang kemudian kembali menundukan pandangannya.
Acaranya pun di mulai, memulainya dari perkenalan mmasing-masing anggota tim bersama jargon dan yel-yel lengkap yang dibuat bersama, mengharuskannya saling mengenal antar anggota satu dengan anggota lainnya yang mana nilai sebuah kekompakan dan kebersamaan adalah kunci utamanya.
Sementara Lusiana, ia selalu mencuri-curi pandang mencari perhatian lelaki itu, namun lagi ia selalu melihat betapa lelaki itu begitu dekat dengan sahabatnya, ia sedikit cemburu meski masih beranggapan hal biasa karna memang satu tim, tetapi tetap saja ia tak bisa menutupinya.
Langkahnya semakin tak tentu, gejolak cemburunya kini mulai mengganggu aktifitasnya, ia mulai tidak focus. Sementara Diana, ia tak menyadari tingkah aneh sahabatnya, karena fikirnya kerjasama dan kebersamaan tim adalah yang penting, ia bersikap professional mesti tak menutup hatinya, bahwa bersama dengan lelaki itu adalah kemustahilan yang sedang terjadi apalagi saling melempar canda tawa.


*Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...