Minggu, 05 November 2017

Sahabat adalah Tim Sukses (#The End)


Seminggu kemudian, setelah beberapa permasalahan selesai, tentang masalah Uli yang mulai ada titik terang. Kini giliran Rahma yang dibuat dilema.

-                              - Sadisnya kau bagai tak punya hati …
Kau tusuk-tusuk aku dibelakangku
Harus selalu kau ingat,
Aku tak pernah sesakit ini,
Kan ku ingat kau selalu sampai mati …. – (Tata Janeeta-Korbanmu)

Rahma bernyanyi, seakan memang hanya lagu itu yang dia hafal. “Bodohnya gua, gak pernah tahu gimana lu” ungkap benaknya yang selalu mengutuk diri.
“Itu  bae laguna nu diputer Ma, teu aya nu lain?” Tanya Aim. –itu saja lagunya yang diputer, nggak ada yang lain?-
Hehehe. Tertawa kecil. “Biarin lah”
“Biasa tuh, lagi galau kena korban selingkuhan lagi,” Teriak Inda dari dapur “eh keceplosan” lanjutnya pura-pura keceplosan.
“Indaaaaaaa ….” Teriak Rahma agak kesel. Sementara Inda tertawa kecil.
“Lagi lu diseligkuhin aja pake hoby” tangkas Khoti
“Kaya gue dong … anti mainstream,” jawab Aim
“Iyalah, lu mainnya berondong” jawab Rahma sinis
“Rahma pacarnya berondong?” Tanya Uliya
Hera menjawab dengan nada datar “Mana suka dia ama berondong”
“Itu tadi bilang katanya pacarnya berondong”
“Orang bilanga apa, jawab apa” Jawab Khoti sambil menyeka kepalanya
Inda keluar dari arah dapur “Emang apaan dah?” tanyanya polos
Mata Rahma melirik sinis “Ditambah lagi sama si Inda, au amat daah” lalu melanjutkan nyanyinya
“Menurut Quotes yang pernah gue baca” Hera berbicara yang kemudian disela Aim “Mulai lagi”
“Berdasarkan hasil penelitian bahwa orang kalo lagi sakit hati, hatinya lebih mudah sensitif. Jadi sabar ya Uliya, Inda. Rahma lagi sensi”
“Teori mulu, bikin perut aing laper” Jawab Khoti yang kali ini pakai bahasa Sunda. –Aing: saya-

***

Namun seiring berjalannya waktu, persahabatan tidak pernah terpisahkan hanya karna perbedaan. Karakter yang dimiliki masing-masing orang dalam satu regu merupakan kesempurnaan yang tak terpisahkan, sebab dengan demikian adalah pelangi ditengah terik matahari.

Meskipun demikian, mereka tetap saling mengisi kekurangan dan memaklumi pendirian. Memahami karakter dari berbagai karakter, menjadikan mereka lebih dewasa dan unik. Menjadikan sebuah cerita, yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kata KITA. Saling mendukung, meski kadang nasihat-nasihatnya terdengar terlalu kejam.

Kini ke-enamnya pandai memposisikan diri, mendukung semua pilihan tanpa terkecuali. Bahkan tanpa sadar, mereka dewasa dalam pandangan satu sama lainnya. Ceplas-ceplos Khoti mengajari bahwa menata kata itu perlu, sementara Uliya mengajari bahwa kesabaran terletak pada pemahaman dari sudut pandang yang berbeda , begitu juga Hera. Dia mengajari bahwa tiap permasalahan tak melulu tentang teori sebab kadang praktiknya justru bertentangan. Sementara tiga yang lain, mengajarkan bahwa hati dan komunikasi tak selalu sejalan dan dengan segala kemaklumannya.

Iya, sesuai namanya TIM SUKSES. Mereka juga sukses menjadikan diri mereka lebih baik dari sebelumnya. Sukses menjadikan diri mereka temui kekurangannya. Sebuah persahabatan yang selalu disemogakan tanpa pernah mengenal waktu, sebab bagi mereka waktu adalah hak mutlak milikNya sementara mereka hanya ingin meikmati tanpa menerka dan mendikte takdir.



Selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...